SURABAYA, iNews.id - Masih hangat di ingatan masyarakat. Beberapa waktu lalu, ada oknum pelayanan kesehatan perusahaan milik negara yang ingin mencari cuan dengan cara yang picik.
Oknum tersebut berencana mendaurulang stik rapid test yang kemudian digunakan kembali kepada masyarakat yang hendak melakukan rapid test.
Fenomena itu ternyata menjadi perhatian para akademisi. Salah satunya yakni Riris Lukitasari. Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya inipun akhirnya meneliti tentang fenomena daur ulang alat rapid test.
Hasil penelitian, ia tuangkan dalam Skripsi berjudul ‘Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pendaur ulang Alat Rapid Tes Bekas’. Alhasil, karyanya berhasil mengantarkan Riris Lukitasari mendapatkan predikat Skripsi Menarik.
Menurut Riris, tindakan oknum kesehatan ini harus menjadi perhatian. Mengingat kebutuhan rapid test yang tinggi tidak hanya dipandang dari aspek pelayanan kesehatan semata, akan tetapi peluang bisnis di bidang kesehatan.
Riris mengatakan, bahwa biaya rapid test yang cukup mahal bagi sebagian orang membuat penyediaan jasa fasilitas kesehatan menjadikannya sebagai peluang usaha yang menguntungkan.
“Beberapa oknum telah memanfaatkan situasi dan kondisi tersebut untuk memperoleh keuntungan," kata dia.
Topik ini menarik perhatian Riris karena masih belum banyak yang mengkaji dari sisi hukum. Dalam kasus rapid test bekas, lanjutnya, terdapat permasalahan-permasalahan yang belum terjawab dan terlebih lagi belum banyak penelitian yang membahas kasus tersebut.
Dia mengatakan bahwa kasus tersebut sangat miris mengingat pelaku merupakan tenaga medis dengan jabatan Bussiness Manager.
“Dari kasus ini tidak menutup kemungkinan dapat menurunkan kepercayaan publik dalam menggunakan rapid test antigen,” kata Riris.
Sulung dari tiga bersaudara ini menyebutkan bahwa tindakan para oknum pendaur ulang alat rapid test dinilai telah memenuhi unsur melawan hukum dan melanggar beberapa ketentuan hukum, sehingga dapat dipidanakan.
“Kasus ini dikaji melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jika diberlakukan penambahan sanksi. Semuanya sudah sangat efektif,” sebut Riris.
Lebih lanjut Riris memaparkan,tindakan oknum petugas medis pelayanan kesehatan pada perusahaan milik negara di Bandara Kualanamu yang sengaja mendaurulang alat rapid test bekas dapat dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun atau pidana denda maksimal dua Miliar.
“Pertanggungjawaban pidana para pelaku pendaurulang serta pelayanan kesehatan pada perusahaan milik negara akan dikenakan sanksi pidana denda dengan diperberat menambah sepertiga dari ancaman maksimal denda,” ungkapnya.
Dari hasil penelitiannya, Riris berharap adanya kolaborasi dalam pelayanan kesehatan. “Masyarakat perlu edukasi terkait pengadaan rapid test. Pemerintah harus melakukan peninjauan ulang yang merata terhadap fasilitas kesehatan dan Kimia Farma memperkuat pengawasan mutu,” jelasnya.
Riris mengaku bersyukur dapat menyelesaikan penelitian selama tiga bulan dan mengakhiri studi tepat waktu selama tujuh semester meski sempat terkendala manajemen waktu.
“Saya harus bisa membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Belum lagi terkadang kalau pulang kerja, badan berasa pegal-pegal tapi harus tetap disiplin,” tuturnya.
Riris akan dikukuhkan sebagai Sarjana Hukum pada Wisuda Semester Gasal 2021/2022 Untag Surabaya yang akan digelar secara luring pada 5 Maret mendatang bersama 721 wisudawan lainnya.
“Excited, bahagia banget dikasih kesempatan untuk wisuda offline,” pungkasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait