Sementara dari sektor barang, kapal roro angkutan laut juga harus bersaing dengan kapal kontainer. Dimana Kapal kontainer cenderung lebih efisien, karena dengan besaran kapal yang sama bisa mengangkut barang hingga lima sampai tujuh kali lipat karena kontainer bisa di staking atau ditumpuk jauh lebih banyak dari yang diangkut kapal roro.
Dengan demikian, kapal kontainer bisa menerapkan harga jauh lebih murah jika dibandingkan kapal roro.
"Hal ini terpaksa kami ikuti juga, karena jika tidak, maka tidak ada pemilik barang yang mau mengikuti kapal roro. Sebagai gambarannya bila dibandingkan dengan lintas penyeberangan misalnya, Padangbai-Lembar, harga tiket truk per mil nya adalah Rp100 ribu/mil. Sedangkan kapal roro untuk lintas Semarang-Kumai tarif per mil nya sebesar Rp40 ribu/mil. Jadi terpaksa tarif kapal roro long distance harus lebih murah sebesar 60% dari kapal angkutan penyeberangan," ujar Rachmatika.
Kondisi ini jika tidak diperhatikan dan didukung oleh pemerintah, seperti halnya sektor transportasi udara, jelas Rachmatika, maka pengusaha pelayaran penumpang roro akan kesulitan mengoperasikan kapalnya. Dan dikhawatirkan sisi kenyamanan dan keselamatan penumpang akan dikorbankan sebelum tidak bisa mengoperasikan kapalnya.
Rachmatika dengan tegas berharap agar pemerintah tidak menganaktirikan perusahaan pelayaran swasta dengan yang selama ini telah memberikan sumbangsih cukup besar bagi perekonomian dan pembangunan lintas wilayah. Ia mendorong pemerintah memberikan perlakuan setara kepada operator kapal penumpang swasta.
"Kami juga menginginkan bahwa perlakuan tersebut yang diberikan kepada kami selaku operator kapal penumpang swasta, seperti misalnya biaya sandar yang lebih murah, pembebasan pajak BBM dan Sparepart, pembebasan biaya PNBP dan biaya yang lain seperti halnya moda udara, sehingga ada kesetaraan yang sama dengan lainnya, karena kami sudah tidak mendapatkan Subsidi PSO," tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait