Oleh karena itu, saya menyebut akan terjadi yang disebut sebagai krisis konstitusional. Ketika terjadi krisis konstitusional maka akan berpengaruh terhadap legalitas dan legitimasi hasil pilkada serentak 2024, termasuk legitimasi Pasangan kepala daerah yang terpilih.
Sebagai tindakan “perlawanan” atas pembangkangan konstitusional /constitutional disobedience oleh Parlemen tidak menuntup kemungkinan terjadi pembangkangan oleh masyarakat sipil (civil society disobedience) untuk memboikot pelaksanaan pilkada serentak 2024, tentu menurut saya ini sangat berbahaya kalau ternyata terjadi boikot karena apa karena tentu pilkada serentak 2024 bisa saja kemudian tingkat partisipasinya rendah sehingga kemudian tingkat legitimasinya terhadap kepala daerah terpilih melalui proses pilkada yang dianggap berdasarkan UU Pilkada yang itu melalui proses-proses yang tidak konstitusional.
Bilamana proses pembangkangan masyarakat sipil semakin meluas akselerasinya dikhawatirkan terjadi konflik horizontal yang berujung terhadap disintegrasi Bangsa.
Saya kira ini yang harus menjadi perhatian semua pihak, DPR, pemerintah, masyarakat, dan semua elemen masyarakat untuk mencegahnya agar tidak terjadi “DPR (D) Jalanan” dan terjadinya “reformasi jilid II”.
Penulis :
Dr Hufron, SH.,MH., Pakar Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait