BHS menegaskan, sektor transportasi ini berbeda dengan produk makanan atau pun minuman, yang produksinya di satu tempat dan bisa dipantau secara berkala.
Transportasi jalan raya sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 dimana tidak ada ketentuan sertifikasi halal di dalamnya. Yang ada hanyalah tentang standarisasi keselamatan, keamanan dan kenyamanan/pelayanan minimum.
"Jadi sertifikasi halal terkesan mengada-ada untuk BPJPH mencari uang untuk negara dengan mengorbankan kepentingan yang lebih luas, dan tentu ini akan membuka celah baru untuk korupsi atau gratifikasi," kata BHS.
Apalagi biaya sertifikasi dirasa pengusaha truk yang bergabung di Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) sangat mahal. Dan ini bisa menambah beban yang besar bagi biaya logistik di Indonesia.
Padahal pemerintah masih berupaya untuk menurunkan logistik perform index yang saat ini masih cukup tinggi yaitu sebesar 14 persen.
"Bila kebijakan ini dipaksakan, pemerintah berarti tidak konsisten. Ujung ujungnya akan terjadi kenaikan biaya logistik," tandasnya.
Jika alat transportasi logistik itu belom berserifikat halal, apalagi bahkan tidak mau, berarti tidak bisa digunakan untuk mengangkut produk industri yang memiliki sertifikat halal tersebut.
Maka tentu produk industri pun juga akan kesulitan untuk mendapatkan transportasi logistik yang bersertifikat halal.
Dampaknya, tarif akan tinggi. Karena terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand.
"Tidak usah bicara 100 persen. Lima puluh (50) persen saja yang sanggup, maka logistik kita akan chaos. Kalau pun ada logistik yang diangkut oleh transportasi yang bersertifikat halal, harganya pun pasti akan naik," ungkapnya.
Ini dinilai akan mempengaruhi biaya logistik secara keseluruhan. Pihak industri tentu akan menyikapi dengan penyesuaian harga produk industri.
"Akhirnya siapa yang menerima dampaknya? Tentu masyarakat juga," ujarnya lagi.
"Apalagi kalau APTRINDO menyatakan akan melakukan mogok nasional, pasti ekonomi negara akan menjadi korban. Dan semua produk industri, pangan, dan lain lain akan kesulitan sampai ke pengguna , maka akan terjadi kelangkaan barang. Dan akhirnya akan mengakibatkan harga barang tidak bisa dikendalikan," kata BHS.
BHS selaku Dewan Penasihat Gabungan Asosiasi Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional (GAPASDAP) juga akan bersikap sama bila pemerintah memaksakan kebijakan ini kepada dunia angkutan laut dan penyeberangan.
Karena seperti angkutan logistik jalan raya (truk), semua angkutan transpotasi di Indonesia cenderung highly regulated, begitu banyak aturan dan sertifikasi.
"Seperti halnya di angkutan penyeberangan ada sekitar 50 sertifikat yang harus diselesaikan oleh pengusaha, akibat adanya regulasi," katanya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait