Namun, lanjut Ong Hengky, lebar jalannya masih empat sampai enam meter saja. Idealnya, jalan-jalan yang menghubungkan dari daerah terpencil atau desa dengan pusat kota, haruslah 10 sampai 12 meter.
Begitu juga dengan jalan-jalan utama di negeri ini. Dengan wilayah yang sangat luas, seharusnya lebar jalan-jalan utama di tiap-tiap propinsi, idealnya 15-20 meter.
"Mengapa harus lebar? Kita ambil contoh, untuk mengangkut hasil bumi yang sangat melimpah itu, idealnya menggunakan truk-truk besar, sehingga bisa mengangkut hasil bumi dalam jumlah banyak," tutur Ong Hengky.
Di Indonesia, sambung Ong Hengky, truk-truk pengangkut hasil bumi itu hanya bisa mengangkut dalam kapasitas atau jumlah kecil.
Truk-truk pengangkut ini, jika melintas di daerah terpencil atau pedesaan, tidak bisa banyak, paling banyak 2-3 truk saja. Ini menurut Ong Hengky tidak efektif.
"Ketika disuatu daerah itu menghasilkan hasil bumi yang melimpah, sepatutnya semua hasil bumi itu dapat diangkut, didistribusikan ke perkotaan secara serentak sehingga tidak ada yang ditandon atau disimpan dulu karena terbatasnya moda transportasi," jelas Ong Hengky.
Jika terlampau lama disimpan, sambung Ong Hengky, hasil kekayaan alam terutama hasil pertanian tersebut akan menjadi rusak dan tidak mempunyai nilai jual.
"Truk-truk pengangkut hasil bumi dan hasil pertanian itu, juga tidak bisa melaju dengan cepat karena lebar jalan di Indonesia masih kurang memenuhi standart. Akhirnya yang terjadi adalah, hasil bumi dan hasil pertanian itu, yang seharusnya hitungan 1-2 hari bisa sampai, menjadi lebih lama, bisa hitungan minggu," tandasnya.
Ong Hengky kembali memaparkan, coba transportasi pengangkutan hasil bumi dan hasil pertanian itu tidak terhambat perjalanannya karena jalan-jalan utama di Indonesia ini lebarnya 15-20 meter, truk pengangkut itu bisa melaju lebih cepat dan akan tiba ditempat pendistribusian tidak terlampau lama sehingga hasil bumi atau hasil pertanian itu ketika di drop, masih dalam keadaan segar.
"Kalau hasil bumi atau hasil pertanian itu dijual dalam keadaan masih segar, nilai jualnya juga tinggi. Hasil penjualannya akan bisa memakmurkan petaninya," imbuhnya.
Masalah penebangan hutan yang banyak dilakukan pemerintah dengan alasan untuk membuka akses jalan, menurut Ong Hengky tidak perlu sampai begitu banyak.
Ong Hengky pun memberi pandangan, bahwa hutan adalah paru-paru dunia. Jika terus dilakukan penebangan tanpa memikirkan dampaknya dikemudian hari, bencana alam akan mengancam daerah-daerah di Indonesia ini, yang hutannya dihabiskan untuk pelebaran jalan dan kebutuhan lainnya.
Pembangunan jalan tol juga menjadi perhatian Ong Hengky. Lebih lanjut Ong Hengky mengatakan, biaya untuk membangun jalan tol itu sangat besar, begitu pula dengan biaya perawatannya.
"Andai saja biaya pembangunan jalan tol itu bisa dialihkan ke pendidikan dan kesehatan, dengan menambah fasilitas-fasilitas pendidikan di daerah-daerah terpencil dan fasilitas kesehatannya seperti puskesmas bahkan rumah sakit, hal itu jauh lebih efektif bagi masyarakat sekitar," ulas Ong Hengky.
Tidak ada lagi, sambung Ong Hengky ada anak putus sekolah karena tidak ada biaya, karena tidak ada fasilitas sekolah didaerahnya, begitu juga dengan masalah kesehatan.
"Jika ada warga desa terpencil yang sakit dan harus segera mendapat penanganan medis, tidak perlu harus membawa pasien itu ke kota karena fasilitas kesehatan di daerah terpencil sudah sama dengan yang dikota," ujarnya lagi.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait