SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Saat itu pada Minggu (4/12/2022) dini hari, menjadi hari yang kelam bagi warga Desa Capiturang dan Sumberurip di Kecamatan Pronojiwo, Desa Sumbersari di Kecamatan Rowokangkung, Desa Penanggal dan Desa Sumberwuluh di Kecamatan Candipuro dan Desa Pasirian di Desa Pasirian.
Gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut memuntahkan awan panas. Sebanyak 1.979 jiwa pun mengungsi di 11 lokasi. Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memerinci 11 titik lokasi pengungsian itu meliputi 266 jiwa di SDN 4 Supiturang, 217 jiwa di Balai Desa Oro-oro Ombo, 119 jiwa di SDN 2 Sumberurip, 228 jiwa di Balai Desa Sumberurip.
Akibat awan panas guguran itu, berdasarkan catatan Pusdalops BNPB, sebanyak 29 ekor ternak mati. Kemudian 71 hektar lahan pertanian terdampak, 2 unit jembatan terdampak, 3 kilometer ruas jalan terdampak, 1 fasilitas pendidikan terdampak, dan 4 tempat ibadah terdampak.
Tepat setahun sebelumnya, yakni pada Jumat (4/12/2021), Gunung Semeru juga mengalami erupsi. Guguran awan panas hingga lahar dingin yang dimuntahkan Gunung Semeru ini meluluhlantakkan ratusan bangunan, merenggut nyawa sejumlah warga hingga hewan ternak mati atau terjebak dalam abu vulkanik. Bahkan, setelah erupsi, datang banjir lahar dingin hingga menghanyutkan mobil relawan.
Berdasarkan data Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Bencana Erupsi Semeru, pada Sabtu (25/12/2021), tercatat ada 54 orang meninggal dunia. Sedangkan 6 warga dinyatakan hilang. Sedangkan jumlah total rumah rusak mencapai 1.027 unit. Rumah rusak ini tersebar di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, dengan kategori rusak berat 505 unit. Sedangkan di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, rumah rusak berat 85 unit dan rusak berat 437 unit.
Guna menyelamatkan warga dari bencana erupsi Gunung Semeru, pemerintah pusat, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun Hunian Tetap (Huntap) di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Huntap yang dibangun adalah rumah tipe 36.
Jumlah Huntap yang dibangun sebanyak 1.951 unit Huntap. Proses pembangunannya dimulai pada Januari 2022, dengan anggaran sekitar Rp350,5 miliar. Huntap ini menggunakan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha), dan teknologi konstruksi knock down yang dapat dibangun dengan waktu cepat. Para calon penghuni Huntap telah ditetapkan melalui nama per alamat oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang.
Pada awal Juni 2023, Huntap telah tuntas dibangun. Lokasi Huntap telah mendapat rekomendasi dari Badan Geologi, BNPB dan BMKG, menjadi smart village. Huntap tersebut dinamai Bumi Semeru Damai (BSD). Area pemukiman ini memiliki fasilitas yang sangat lengkap, seperti fasilitas pendidikan, tempat ibadah, pasar maupun fasilitas penunjang yang lain. Sebelumnya, warga terdampak erupsi Gunung Semeru secara bertahap telah menerima unit Huntap untuk ditempati.
Dua tahun pasca erupsi Semeru, secara perlahan, warga mulai menyesuaikan dengan kehidupan baru. Tinggal di rumah baru dan menata ekonomi yang sempat tersendat akibat bencana dahsyat tersebut. Salah satu penghuni Huntap BSD, Suci Ayu Widari (23) mengaku sangat bersyukur telah mendapat Huntap tersebut. Bagaimana tidak, rumah yang ditempati sebelumnya telah rusak diterjang awan panas guguran Semeru. “Waktu itu sempat mengungsi selama setahun sampai dapat rumah (Huntap). Saat itu saya mengungsi di rumaj warga setempat dan dikasih hunian sementara oleh relawan,” katanya, Selasa (17/9/2024).
Ibu rumah tangga yang tinggal di Blok F3-19 tersebut saat ini tengah berjuang menata hidup pasca erupsi. Apalagi, suaminya sempat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19 ketika bekerja di Surabaya. Sang suami sekarang bekerja di salah satu perusahaan di Bali. “Saya sebelumnya juga bekerja di Surabaya, berhubung hamil, akhirnya saya memutuskan kembali ke kampung halaman,” ungkapnya.
Beruntung pemerintah memberi bantuan Huntap. Sehingga, dirinya tidak perlu memperbaiki rumah sebelumnya yang rusak akibat erupsi. Dia sendiri enggan untuk kembali ke rumah sebelumnya di Kecamatan Pronojiwo. Namun, rumah sebelumnya tetap diperbaiki meski hanya perbaikan kecil. Seperti atap yang sudah diberi asbes. “Kadang ke rumah yang lama, hanya untuk obat kangen,” katanya.
Selain mengandalkan pendapatan dari suami untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Suci juga membuka konter penjualan pulsa. Usaha ini dilakukan mengingat hampir tidak ada warga BSD yang berjualan pulsa. Mayoritas warga setempat berjualan bahan pokok. Selain berjualan pulsa, ibu satu anak ini terkadang menyediakan layanan transfer uang untuk warga BSD.
Dari usaha kecil-kecilan ini, Suci mendapat pemasukan yang lumayan. Dalam sebulan, dia bisa memperoleh pendapatan sekitar satu jutaan dalam sebulan. “Banyak warga, terutama yang berusia lanjut, yang tidak tahu caranya mentransfer uang. Ada juga yang mau buka tabungan agar bisa menerima transferan yang dari anak mereka yang bekerja di luar kota,” ungkapnya.
Perjuangan untuk menatap masa depan pasca erupsi Semeru juga mulai dijalani Ngatumi (43), penghuhi Huntap BSD yang tinggal di Blok F3-20. Ibu tiga anak ini sejak menikah pada tahun 2003, membuka usaha permak pakaian. Segala jenis permak busana akan dilayani, sepanjang bisa menghasilkan uang untuk menyambung hidup. “Suami saya sudah almarhum dan anak saya tiga,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Ngatumi memanfaatkan sebagian ruang tamu rumahnya di BSD untuk di taruh mesin jahit dan mesin obras. Sejauh ini, para pelanggannya mayoritas dari warga dan juga lembaga pendidikan di BSD. Terkadang dia menerima pesanan menjahit untuk seragam sekolah. Kadang ada juga warga yang ingin permak gamis dan baju-baju yang lain. “Biasaya ramai jahitan itu kalau musim tahun ajaran baru dan Lebaran,” katanya.
Dia mengaku, penghasilan dari menjahit ini tidak begitu besar. Dalam sebulan, terkadang tidak sampai Rp1 juta. Bahkan, saat musim Lebaran dan juga tahun ajaran baru, pendapatanya tidak sampai Rp2 juta dalam sebulan. Sebab, tidak semua warga menjahitkan bajunya saat Lebaran. “Pada saat hari raya, kadang hanya permak-permak saja. Kadang sehari dapat Rp15 ribu. Kadang saya juga putus asa,” terangnya.
Jembatan Mujur yang sempat terputus kini mulai bisa dilewati. Jembatan ini menjadi penopang ekonomi masyarakat lereng Gunung Semeru. Foto iNewsSurabaya/lukman
Hal yang membuat Ngatumi tetap bersemangat untuk menekuni profesi ini adalah ketiga anaknya yang masih bocah. Bagaimanapun, mereka harus bisa makan setiap hari. Beruntung biaya pendidikan sudah gratis. Sehingga, Ngatumi tidak terbebani dengan biaya tersebut. “Saya takut kembali ke sana (rumah sebelumnya), karena dekat dengan sungai (Kecamatan Pronojiwo, tepatnya di dekat sungai Curah Kobokan),” ujarnya.
Salah satu penghuni Huntap BSD lainnya, Mahfud mengaku sudah tiga tahun tinggal perumahan yang dibangun oleh pemerintah tersebut. Sebelumnya, rumahnya ada ada di Desa Curah Kobokan, Kecamatan Pronojiwo porak poranda diterjang lahar termasuk ternak kambing 8 ekor peliharaannya. “Saya betah tinggal di rumah ini (Huntap), karena bangunannya permanen dan lokasinya aman dari gempa,” katanya.
Waktu masuk pertama kali tinggal di Huntap, Mahfud mendapat bantuan dari pemerintah berupa kasur, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Untuk listrik selama ini tidak ada gangguan hanya air yang kadang-kadang tidak mengalir juga ada iuran untuk sampah dan WC sebulan Rp10 ribu. “Untuk kesehatan dan pemeriksaan dokter serta obat-obatan tidak dikenakan biaya,” ungkapnya.
Kakek berusia 70 tahun ini mengaku, saat ini dia berupaya menyambung hidup dengan membuka toko kebutuhan rumah tangga sehari-hari guna melayani penghuni di Huntap. Dalam sehari, dia bisa mengantongi penghasilan Rp200 ribu. “Alhamdulillah, penghasilan lumayan. Bisa untuk makan setiap hari,” terangnya.
Terpisah, Kepala Desa Sumber Mujur Yayuk Sri Rahayu menambahkan, lokasi bangunan Huntap dulunya adalah bekas perkebunan yang luasnya 24 hektar. Adapun fasilitas sosial yang dibangun pemerintah di Huntap ini diantaranya, tempat ibadah, kantor kepengurusan air bersih, tempat pembuangan sampah, kandang hewan, sekolah paud, gedung pertemuan, stadion dan lain-lain.“Juga ada bantuan ternak yaitu sapi dan kambing,” katanya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang, Patria Dwi Hastiadi mengatakan, pemulihan ekonomi warga korban erupsi menjadi salah satu perhatian utama pemerintah. Saat ini, pemerintah telah menyusun dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (R3P). Dokumen ini menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah daerah maupun pihak lain.
“Harapannya, dalam waktu tiga tahun, korban erupsi bukan hanya pulih dari rasa trauma dan sebagainya, tetapi juga pulih dari sisi kehidupan lain. Kita juga memberi bantuan pelatihan dan juga permodalan untuk warga (korban erupsi),” katanya.
Sementara itu, untuk memulihkan aktivitas ekonomi warga korban erupsi Semeru, Pemprov Jatim membangun dua jembatan yang rusak akibat terjangan banjir lahar dingin dari gunung setinggi 3.676 meter diatas permukaan laut (mdpl) tersebut. Dua jembatan itu yakni jembatan gantung Kali Regoyo di Desa Kebondelli dan Kemudian Jembatan Mujur II/Kloposawit.
Jembatan gantung Kali Regoyo memiliki panjang bentang 150 meter, dan lebar 2,25 meter dengan lebar lalu lintas 1,8 meter. Kemudian Jembatan Mujur II/Kloposawit memiliki panjang bentangan 35,85 meter dan lebar 5,10 meter dengan lebar lalu lintas 4,75 meter. Untuk Jembatan Kloposawit, akan dibangun jembatan bailey.
Jembatan Mujur II Kloposawit ini dibangun dengan alokasi anggaran sebesar Rp11 miliar. Pembangunannya memakan waktu selama dua bulan. Menggunakan konstruksi bailey atau rangka baja, jembatan ini memiliki panjang 39 meter dan lebar 5,1 meter. Dan umur jembatan ini perkirakan bisa mencapai 50 tahun. Selain itu jembatan ini juga akan mampu menahan daya beban lalu lintas mencapai 40 ton.
Pada September tahun 2023, jembatan ini diresmikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan secara resmi dapat dilewati dan digunakan masyarakat. Jembatan Mujur II menghubungkan Desa Tumpeng dan Desa Kloposawit dan dua kecamatan yaitu Kecamatan Candipuro dan Kecamatan Pasirian, Lumajang.
Namun, pada Kamis (18/4/2024), jembatan ini kembali mengalami kerusakan di sisi selatan. Bagian fondasinya runtuh sehingga putus. Hal ini diakibatkan derasnya banjir lahar dingin Gunung Semeru. Bahkan, banjir ini mengakibatkan sepasang suami istri yakni Bambang (49) dan Ngatini (46) warga Desa Kloposawit, ditemukan meninggal dunia.
Awalnya kedua korban mengendarai sepeda motor melintas di Jembatan Sungai Mujur dalam perjalanan pulang usai silaturahmi. Ketika melintas tepatnya di ujung jembatan, terjadi ambrol akibat diterjang banjir lahar dingin Semeru. "Korban terjatuh dengan sepeda motornya ke dasar sungai, kemudian kedua korban hanyut terbawa derasnya banjir lahar dingin," ujar Kapolsek Candipuro AKP Lugito.
Dengan sigap, Penjabat (Pj) Gubernur Jatim, Adhy Karyono meminta perbaikan jembatan Mujur II diselesaikan sesegera mungkin. Seperti diketahui, sedikitnya ada enam jembatan yang mengalami kerusakan berat akibat banjir lahar dingin tersebut. Anggaran perbaikan menggunakan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) BPBD Provinsi Jatim. "Perbaikan jembatan Mujur II Kloposawit kami targetkan selesai dalam waktu dua bulan," ujarnya, Selasa (23/4/2024).
Sesuai dengan target yang telah ditentukan, dua bulan kemudian, perbaikan jembatan Mujur II Kloposawit dan juga tanggul Sungai Mujur telah tuntas. Adhy Karyono lantas meresmikannya pada Sabtu (8/6/2024). Menurutnya, perbaikan jembatan ini merupakan aksi cepat Pemprov Jatim terhadap dampak bencana banjir lahar dingin yang menerjang Kabupaten Lumajang pada pertengahan April 2024. "Karena, jika tidak segera ditangani akan berdampak luar biasa bagi masyarakat sekitar" katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Jatim Edy Tambeng melalui Idrus Miftachul Alam sebagai PPK Penanganan Darurat Kerusakan Jalan dan Jembatan menambahkan, jembatan Mujur II ini banyak dilalui angkutan truk hasil perkebunan warga. Namun, dilarang untuk dilewati angkutan truk sirtu. Hal Ini karena akan merusak jembatan dan jalan desa.
"Kekuatan jembatan bisa dilalui sampai 10 ton, tapi kami batasi sampai 5 ton saja. Jembatan ini sangat penting bagi warga Desa Kloposawit dan Desa Tumpeng. Saat jembatan putus, masyarakat desa harus berputar lewat Pasirian, Lumajang yang menempuh jarak sampai 6-8 km,” katanya.
Rohman (52), warga Desa Kloposawit mengaku sangat bersyukur jembatan Mujur II bisa dilalui. Pasalnya, mobilitasnya menjadi terhambat saat jembatan tersebut rusak. "Alhamdulillah jembatan sudah bisa operasi, aktivitas ekonomi warga juga kembali pulih," katanya.
Disisi lain, Kepala Desa Kloposawit, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Hanif mengaku, jembatan yang dibangun Pemprov Jatim ini sangat membantu memulihkan perekonomian setelah dua kali dihantam lahar Semeru pada awal tahun 2023 dan pertengahan bulan April 2024. Jembatan ini sangat penting bagi warga setempat, terutama petani karena dipakai sebagai jalur utama lalu lalang kendaraan untuk mengantarkan hasil bumi.
"Sekarang petani sudah tidak mengeluh lagi. Sebelum jembatan jadi, petani harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk biaya pengangkutan hasil panennya yang dibawa ke luar desa, maupun ke luar dari Lumajang dan beda waktunya bisa satu jam lebih lama,” kata Hanif.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait