SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa semakin mengguncang kampus-kampus di Surabaya. Dalam waktu yang singkat, dua mahasiswa dari Universitas Kristen Petra dan Universitas Ciputra ditemukan mengakhiri hidup mereka, menyoroti daruratnya perhatian terhadap kesehatan mental di kalangan akademisi.
Insiden ini memperlihatkan masih minimnya kesadaran dan dukungan bagi mereka yang sedang menghadapi masalah kesehatan mental, terutama di dunia kampus yang kerap dihadapkan pada tekanan tinggi.
Dalam rangka menyambut Hari Kesehatan Mental Dunia pada 10 Oktober 2024, Federasi Mental Dunia menetapkan kesehatan mental di tempat kerja sebagai tema utama. Sebuah topik yang relevan, mengingat tempat kerja seringkali menjadi sumber stres yang tak terlihat.
Menurut Valina Khiarin Nisa, S.Psi., M.Sc., seorang akademisi dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, menjaga kesehatan mental di tempat kerja sangatlah krusial. “Karyawan rata-rata menghabiskan 8 jam sehari di tempat kerja, sehingga bagaimana mereka berinteraksi di lingkungan tersebut akan mempengaruhi kehidupan personalnya juga,” ungkapnya.
Data dari World Health Organization (WHO) mengungkapkan, pada 2019, sekitar 15% pekerja dewasa mengalami gangguan mental. Depresi dan kecemasan, menurut WHO, adalah dua penyebab utama menurunnya produktivitas karyawan di seluruh dunia.
Valina menjelaskan bahwa buruknya kesehatan mental di tempat kerja dapat merusak harmoni di lingkungan kerja, yang akhirnya berimbas pada performa dan kesejahteraan individu.
Mengutip Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM V), depresi ditandai dengan rasa sedih mendalam, kehampaan, dan mudah tersinggung. Sedangkan gangguan kecemasan dicirikan oleh ketakutan yang intens terhadap ancaman dan kekhawatiran berlebihan akan masa depan. Kedua kondisi ini tidak hanya menghancurkan produktivitas tetapi juga mengganggu kehidupan sehari-hari.
“Penyebab depresi dan kecemasan pada karyawan bervariasi. Faktor eksternal seperti tuntutan kerja yang berlebihan dalam waktu singkat bisa memicu depresi, terutama jika berlangsung selama lebih dari dua minggu. Dari sisi internal, stres yang muncul dari informasi buruk atau masalah keluarga juga bisa memperburuk keadaan,” tambah Valina.
Lebih lanjut, Valina menyoroti sistem yang tidak sehat di tempat kerja seperti ketimpangan antara hak dan kewajiban atau kebijakan yang tidak dilaksanakan dengan baik juga turut menyumbang tekanan yang dialami karyawan.
Langkah-langkah untuk Mengatasi Krisis Kesehatan Mental di Tempat Kerja:
Penelitian yang dilakukan oleh Andrea, dkk. (2009) mendukung pernyataan Valina, bahwa kondisi psikososial di tempat kerjaseperti tingginya tekanan, rendahnya dukungan sosial, dan ketidakpastian pekerjaan dapat memprediksi gangguan depresi dan kecemasan.
Untuk mencegah hal ini, Valina merekomendasikan transparansi dalam deskripsi tugas, regulasi emosi yang baik, serta evaluasi tim yang dilakukan secara rutin oleh divisi SDM.
Perusahaan juga sebaiknya menyediakan layanan konseling, mengadakan kegiatan family gathering, serta menyediakan fasilitas yang ramah untuk ibu bekerja, seperti tempat laktasi dan area bermain anak.
Dengan promosi kesehatan mental yang tepat di tempat kerja, tidak hanya produktivitas yang akan meningkat, tetapi juga kepuasan hidup karyawan secara keseluruhan. Memperhatikan kesehatan mental di tempat kerja bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak yang harus diprioritaskan.
Tema Hari Kesehatan Mental Dunia tahun ini menjadi pengingat pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental. Dengan menciptakan tempat kerja yang sehat secara mental, diharapkan kita bisa mencegah lebih banyak tragedi seperti yang baru saja terjadi di Surabaya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait