SIDOARJO, iNewsSurabaya.id - Sebanyak 8 Saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo dengan terdakwa mantan bupati Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor. Empat orang di antara 8 saksi tersebut membantah telah menerima uang dari Siska Wati.
Kedelapan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu antara lain staf Prokopim Sidoarjo Akbar Prayoga dan Aswin Reza Sumantri, ajudan Gus Muhdlor, Gelar Agung Baginda dan Perdigsa Cahya Binara, suami Siska Wati yang juga Kabag Pembangunan Setda Sidoarjo Agus Sugiarto, staf BPPD Sidoarjo Faridz Farah Zein Nurani, sopir Gus Muhdlor, Achmad Masruri, dan Dosen UIN Malang M Robith Fuadi.
Empat saksi dimintai keterangan lebih dulu. Yakni Akbar Prayoga, Aswin Reza, Gelar Agung, dan Perdigsa. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima aliran dana dari mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Siska Wati. Baik berupa tambahan honor maupun Tunjangan Hari Raya (THR). Mereka mengaku hanya mendapat bayaran dari gaji resmi yang ditanggung oleh APBD Kabupaten Sidoarjo.
“Apakah saudara pernah menerima honor tambahan dari Siska Wati atau dari Achmad Masruri?” tanya JPU Andre Lesmana kepada empat ajudan tersebut di Pengadilan Tipikor PN Surabaya di Sidoarjo, Senin (14/10/2024).
Empat staf dan ajudan yang ditanya, satu per satu menjawab tidak pernah. Begitu juga THR. Mereka tidak pernah menerima. Padahal, Siska Wati dalam persidangan sebelumnya menyatakan bahwa dia menyerahkan Rp 50 juta, yang diambilkan dari uang sedekah potongan insentif pajak para pegawai BPPD, kepada Achmad Masruri.
Uang itu diberikan Siska kepada Masruri karena Masruri meminta uang tersebut sebagai honor untuk 12 orang yang bekerja di pendopo Kabupaten Sidoarjo. Sebab, 12 orang tersebut, kata Masruri kepada Siska, tidak digaji oleh Pemkab Sidoarjo.
Mereka juga mengaku tidak pernah mempertemukan Siska Wati dengan Gus Muhdlor untuk menandatangani Surat Keputusan (SK) Bupati tentang besaran insentif bagi pegawai BPPD. “Saya meminta Ibu Siska Wati untuk menyerahkan SK tersebut di pos Satpol PP atau di kantor Sekretariat karena tujuan Bu Siska Wati hanya untuk mendapatkan tanda tangan. Bukan bertemu langsung,” kata Gelar Agung.
Begitu juga yang disampaikan Akbar. Dia mengatakan tidak pernah mempertemukan Muhdlor dengan Siska Wati. Dia mengaku berkontak melalui WhatsApp. Namun, begitu hari di mana Siska akan menemui Muhdlor, dia tidak piket. “Saya menjalani sistem ajudan, 2 hari kerja, 2 hari standby atau libur, dan 3 hari di kantor,” kata Akbar.
Terkait aliran dana dari Siska Wati untuk membayar Bea Cukai paket dari Maroko, para saksi mengatakan mereka tidak pernah meminta Siska Wati atau mantan kepala BPPD Ari Suryono untuk membayar biaya sebesar Rp 27 juta tersebut. Saat itu, Peridigsa bertanya kepada Masruri bagaimana pembayaran bea cukai tersebut? “Pak Ruri bilang beres,” kata Digsa.
Digsa mengakui tidak ada perintah dari Ahmad Muhdlor untuk meminta biaya tersebut ditagihkan. Bahkan, Digsa mengatakan kepada mantan bupati Sidoarjo itu akan menyelesaikan biayanya sendiri.
Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.
Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp8,544 miliar.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait