SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan, penjualan mobil di Jawa Timur (Jatim) periode Januari - September 2024 menurun sebanyak 6.488 unit atau 9,1 persen. Dari 71.199 unit menjadi 64.711 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Berbeda dengan penjualan kendaraan roda dua yang justru mengalami kenaikan. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat, penjualan sepeda motor di Jatim mulai Januari hingga September 2024 sebanyak 565.826 unit, naik 3,35 persen menjadi 547.747 unit.
Mobil dan sepeda motor merupakan salah satu sumber pendapatan daerah melalui Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Kondisi penjualan kendaraan bermotor di Jatim ini disebabkan keterbatasan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga.
Keterbatasan daya beli ini berpotensi menimbulkan multiplier effect yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Terlebih lagi, tahun 2025 diberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Hal ini akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada tahun depan.
“Untuk meminalisir dampak tersebut, maka pemerintah daerah perlu mengambil strategi. Salah satunya melalui penyelarasan kebijakan fiskal daerah. Sehingga pemerintah daerah dapat mengubah posisi distribusi pendapatan dengan kebijakan yang efektif dalam menggerakkan roda perekonomian di daerah,” kata Pj Gubernur Jatim, Adhy Karyono, Senin (2/12/2024).
Sementara itu, Pemprov Jatim bersama Pemda Kabupaten/Kota se-Jatim melakukan kerjasama sinergi pungutan pajak daerah dan opsen pajak daerah. Adhy mengatakan, perjanjian kerjasama ini merupakan perjanjian yang mengikat bagi kedua belah pihak. Baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk bersinergi dalam penerimaan pajak.
Dengan adanya perjanjian yang sinergi ini, kata Adhy, masing-masing pihak memiliki peran yang jelas dalam pemungutan pajak, distribusi pendapatan, dan penyediaan layanan publik yang lebih efisien. “Tujuannya adalah menciptakan pengelolaan keuangan daerah yang efektif dengan mengutamakan sinergi optimalisasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna mendorong kemandirian fiskal di daerah,” katanya.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Adhy menyebut, hal tersebut mengatur pemberlakuan Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang akan dimulai pada tahun 2025 ke depan.
Maka dari itu, lanjut Adhy, agar pembagian opsen lebih bermanfaat bagi pembangunan daerah, pemerintah daerah diwajibkan mengalokasikan minimal 10 persen dari penerimaan Opsen PKB untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan, serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum secara keseluruhan.
“Penerimaan opsen diharapkan diprioritaskan untuk belanja yang mendukung kesejahteraan masyarakat, kami sendiri di provinsi telah menyesuaikan alokasi belanja daerah terutama yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan,” ungkapnya.
Sementara itu Pj Sekdaprov Jatim, Bobby Soemiarsono menjelaskan, penandatanganan PKS ini sebagai bentuk komitmen pelaksanaan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku per 1 Januari 2025.
“Jadi kabupaten kota ini kan menerima opsen dalam peraturan Kemendagri, dimana di dalam permendagrinya kita harus melakukan cross sharing pembiayaan bersama terhadap pemungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor,” katanya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait