BANGKALAN, iNewsSurabaya.id - Konflik carok, sebuah permasalahan yang masih menghantui masyarakat Madura, menjadi fokus utama Seminar Nasional yang digelar oleh Fakultas Hukum Universitas Dr. Soetomo (FH Unitomo) bersama Kepolisian Resor Bangkalan dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan.
Bertajuk "Peran Kepolisian, Pemerintah, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat dalam Menciptakan Budaya Penyelesaian Dendam Akibat Carok Berdasar Nilai-Nilai Adab di Madura", seminar yang diadakan secara hybrid pada Jumat (13/12) di Pendopo Agung Bangkalan ini menghadirkan para pemangku kepentingan untuk mencari solusi.
Seminar ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting, termasuk Prof. Dr. Siti Mariwiyah, SH, MH, Rektor Unitomo; Prof. Eddy O.S. Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan HAM RI; Prof. Dr. R.M. Arief Moelia E.M.S., Penjabat Bupati Bangkalan; KH. Muhammad Makki Nasir, Ketua PCNU dan Ketua MUI Bangkalan; D. Zawawi Imron, tokoh budaya ternama; dan Kompol Andi Febrianto Ali, S.E., perwakilan kepolisian.
Dalam sambutannya, Rektor Unitomo, Prof. Siti Mariwiyah, menegaskan bahwa akademisi memiliki peran penting dalam mencari solusi untuk konflik carok, dengan menggabungkan hasil penelitian dan kearifan lokal.
"Madura memiliki potensi besar untuk menjadi kawasan yang damai. Melalui penguatan adab, nilai-nilai agama, dan kolaborasi berbagai pihak, kita optimistis konflik seperti carok dapat diminimalkan," ujar Rektor Unitomo yang akrab disapa Iyat ini.
Hasil penelitian Fakultas Hukum Unitomo menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Madura (75%) menolak praktik carok. Faktor religiusitas dan pengaruh besar kyai serta tokoh masyarakat (Tojing) menjadi modal sosial yang kuat untuk membangun budaya perdamaian.
"Peran pemerintah lokal, aparat kepolisian, dan tokoh agama harus diperkuat untuk menciptakan kebijakan yang sesuai dengan karakter masyarakat. Ini adalah langkah strategis menuju Madura yang harmonis," tambah Prof. Mariwiyah.
Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Prof. Eddy O.S. Hiariej, dalam paparannya menekankan pentingnya kesadaran hukum dalam masyarakat untuk mengatasi konflik berbasis dendam.
"Hukum pidana Indonesia telah membuka ruang untuk pendekatan berbasis kearifan lokal. Namun, dukungan masyarakat dalam menjunjung supremasi hukum menjadi elemen yang tidak bisa diabaikan," tegasnya.
Sebagai simbol komitmen perdamaian, seminar ini juga diwarnai dengan Deklarasi Peletakan Senjata Tajam oleh mahasiswa dan tokoh masyarakat Bangkalan. Deklarasi ini diharapkan dapat mengurangi kekerasan dan memperkuat budaya damai di Madura.
Seminar ini diharapkan menjadi momentum awal untuk menciptakan Madura yang damai dan harmonis, sekaligus menegaskan peran Unitomo sebagai institusi pendidikan tinggi yang berdampak bagi masyarakat luas.
Sebagaimana diketahui, Carok adalah sebuah tradisi kekerasan yang lazim di masyarakat Madura, merupakan cara untuk menyelesaikan konflik dan memulihkan harga diri. Dalam praktiknya, carok melibatkan penggunaan senjata tajam seperti celurit untuk menyerang lawan.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait