Pj Gubernur Jawa Timur berdalih menggunakan diskresi untuk mencegah disparitas antara daerah ring 1 dan wilayah lain. Sebagai contoh, beberapa daerah di luar ring 1 seperti Madiun mendapat kenaikan hingga 7 persen. Namun, Andika menilai alasan tersebut tidak masuk akal.
“Diskresi ini seperti mengorbankan ring 1 demi daerah lain. Padahal, kontribusi ekonomi terbesar justru berasal dari wilayah ring 1. Diskresi ini nyata-nyata melanggar aturan. Pasal 5 ayat 2 sudah jelas, kenaikan UMK adalah 6,5 persen,” kritiknya.
Atas keputusan ini, Andika bersama puluhan buruh FSP Kahutindo resmi mendaftarkan gugatan ke PTUN Surabaya. Mereka berharap gugatan ini dapat membatalkan SK Gubernur tersebut dan mengembalikan kenaikan UMK sesuai aturan.
“Perintah presiden jelas, perintah menteri juga jelas. Tapi kenapa Pj Gubernur berani mengambil keputusan yang bertentangan? Kami ingin mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas keputusan yang merugikan buruh ini,” tegas Andika.
Puluhan buruh yang tergabung dalam Kahutindo terus menyuarakan perjuangan mereka. “Ini bukan hanya soal angka, tapi soal hak yang dirampas di depan mata. Kami akan terus berjuang hingga keadilan ditegakkan,” pungkas Andika.
Gugatan ini menjadi penanda bahwa perjuangan buruh di Jawa Timur masih jauh dari kata selesai. Keputusan ini diharapkan menjadi perhatian, baik bagi pemerintah daerah maupun pusat, agar hak-hak buruh tetap terjamin.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait