Kini, di usia senja, Bu Diyem tetap setia menjajakan jamu. Menurutnya, tubuh justru terasa pegal jika tidak beraktivitas. Meski anak-anaknya sempat melarang, ia tetap memilih berjualan karena merasa masih sehat dan mampu mandiri.
“Ini saya libur dulu karena naik haji. Tapi insyaAllah setelah pulang, saya jualan lagi. Semoga di Tanah Suci nanti saya dan suami dimudahkan dalam ibadah,” harapnya penuh syukur.
Kisah Bu Diyem bukan hanya soal perjuangan ekonomi, tetapi juga tentang kekuatan tekad dan konsistensi dalam menggapai mimpi. Dari gerobak jamu yang sederhana, ia melangkah menuju Tanah Suci dengan penuh kebanggaan.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
