Kuasa hukum pemohon, George Elkel, menuturkan bahwa timnya sebenarnya telah membawa tim appraisal untuk menilai nilai pasar dari aset tersebut. Namun, proses itu tidak bisa berjalan karena pihak termohon tidak hadir dan tidak menyediakan dokumen penting seperti sertifikat tanah.
“Kami menghormati hukum. Tapi appraisal tidak bisa dilakukan karena tidak ada kerja sama dari pihak termohon. Akibatnya, proses eksekusi pun batal dan harus berlanjut ke tahapan lelang,” tegas George.
Menanggapi situasi ini, kuasa hukum pihak termohon, Risti Setia Rahmawati, mengakui adanya miskomunikasi selama proses appraisal. Meski demikian, ia menyebut bahwa pihaknya telah mengambil langkah hukum lanjutan.
“Karena tidak bisa dibagi secara natural, maka harus dilelang. Kami sudah mengajukan perlawanan eksekusi ke tingkat Pengadilan Tinggi Agama (PTA),” jelasnya.
Kasus ini menyoroti betapa rumitnya pembagian warisan, apalagi jika menyangkut aset bernilai tinggi dan hubungan keluarga yang kompleks. Jika tak ada titik temu, maka pelelangan aset menjadi solusi hukum terakhir untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
