BPJS Kesehatan Surabaya Tunda Implementasi KRIS, Ini Penyebab dan Dampaknya

Trisna Eka Adhitya
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya, Hermina Agustin Arifin, menjelaskan bahwa sekitar 30 persen rumah sakit di wilayah Surabaya masih belum siap menjalankan sistem KRIS. Foto iNewsSurabaya/trisna

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Rencana implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) oleh BPJS Kesehatan di Surabaya resmi ditunda. Penyebabnya, sejumlah rumah sakit mitra belum mampu memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dalam skema baru program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya, Hermina Agustin Arifin, menjelaskan bahwa sekitar 30 persen rumah sakit di wilayah Surabaya masih belum siap menjalankan sistem KRIS yang mengacu pada 12 kriteria khusus.

BPJS Kesehatan Surabaya masih menunda pemberlakuan KRIS karena banyak rumah sakit yang belum memenuhi standar,” ujar Hermina, Jumat (20/6/2025).

Menurutnya, pihaknya masih menunggu instruksi resmi dari pemerintah pusat terkait regulasi final pelaksanaan KRIS, yang rencananya baru akan diberlakukan pada Desember 2025.

Hermina menekankan bahwa implementasi KRIS bukan hal sederhana. Meski tujuannya untuk menyamaratakan kualitas layanan rawat inap di seluruh Indonesia, tetapi realitanya, masih banyak rumah sakit yang kesulitan memenuhi 12 kriteria standar KRIS, termasuk soal kapasitas tempat tidur dan fasilitas ruang rawat.

“Kalau KRIS diberlakukan sekarang, kebutuhan tempat tidur akan melonjak, sementara banyak RS belum punya kapasitas ruang rawat yang cukup,” jelasnya.

Pandangan berbeda disampaikan oleh Kepala BPJS Watch Jawa Timur, Arief Supriyono. Ia secara tegas meminta agar kebijakan KRIS tidak hanya ditunda, namun dibatalkan karena dianggap belum sesuai dengan kondisi infrastruktur kesehatan di luar Pulau Jawa.

“Kalau KRIS diterapkan, banyak pasien dari Ambon, Manado, dan Sumatra harus dirujuk ke RSUD dr Soetomo Surabaya karena rumah sakit di daerah mereka belum memadai,” ungkap Arief.

Ia juga menyoroti masih banyaknya pengaduan dari peserta JKN terkait pelayanan, terutama di Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang belum optimal. Karena itu, Arief mendorong pemerintah agar fokus dulu pada pemerataan infrastruktur kesehatan, bukan pada penyeragaman kelas layanan.

“Kolaborasi antara Kementerian Kesehatan dan rumah sakit di daerah sangat penting untuk menjamin akses layanan kesehatan yang adil dan merata,” tambahnya.

Sebagai perbandingan, saat ini sistem kelas layanan rawat inap terbagi menjadi tiga:

- Kelas I: 1-2 pasien per kamar

- Kelas II: 3-5 pasien per kamar

- Kelas III: 4-6 pasien per kamar

Dengan KRIS, pemerintah menargetkan penyamaan layanan rawat inap agar setiap peserta JKN mendapatkan standar fasilitas yang setara, terlepas dari kelas kepesertaannya.

 

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network