SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Polemik antara manajemen Jawa Pos dengan tokoh media Dahlan Iskan dan Nany Wijaya mencuat ke permukaan. Namun, pihak Jawa Pos menegaskan bahwa persoalan ini murni merupakan langkah penertiban aset perusahaan, bukan bentuk penyangkalan atas kontribusi besar Dahlan Iskan di masa lalu.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Jawa Pos Holding, Hidayat Jati, dalam keterangan resmi pada Minggu (13/7/2025). Ia menjelaskan bahwa proses hukum yang saat ini berjalan merupakan bagian dari kewajiban perusahaan dalam menata kepemilikan aset secara profesional dan akuntabel.
“Hampir semua masalah legal yang kami hadapi berkaitan dengan upaya penertiban aset. Ini adalah bagian dari tanggung jawab direksi untuk menjaga akuntabilitas dan tata kelola perusahaan,” ujar Jati.
Dalam penelusuran dan pemulihan aset, Jati mengakui ada beberapa properti dan kepemilikan yang tercatat atas nama pribadi atau pihak lain, termasuk Dahlan Iskan. Namun, ia menekankan bahwa sebagian besar persoalan tersebut sudah diselesaikan secara baik-baik.
Salah satu contohnya adalah penyelesaian kewajiban Dahlan Iskan terkait investasinya pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kalimantan Timur. Kewajiban tersebut dikompensasikan melalui pengalihan saham.
“Kompensasi dilakukan dengan cara menyesuaikan kewajiban itu dengan saham milik beliau, sehingga tidak menimbulkan polemik baru,” imbuhnya.
Hal serupa juga terjadi pada proyek pengolahan nanas milik pribadi Dahlan Iskan. Menurut Jati, kesepakatan antara kedua belah pihak terjalin dengan damai, mengedepankan penyelesaian yang profesional.
Praktik Nominee Jadi Akar Masalah
Jati juga mengungkap bahwa sumber utama persoalan aset berasal dari praktik nominee di masa lalu, di mana sejumlah aset atau saham dititipkan atas nama pribadi, bukan entitas perusahaan. Ini terjadi di era Orde Baru, ketika media wajib memiliki SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) atas nama perorangan.
“Sayangnya, praktik tersebut masih dilanjutkan meski kewajiban memiliki SIUPP sudah dihapus. Akibatnya, banyak aset yang secara hukum perlu ditertibkan,” jelasnya.
Setelah wafatnya Eric Samola, pendiri Jawa Pos, pada akhir 2000, direksi mulai melakukan langkah balik nama aset. Namun karena jumlah dan lokasi aset yang tersebar luas, proses ini memakan waktu panjang, bahkan beberapa di antaranya berbuntut pada sengketa hukum.
Saham Dahlan Iskan dan PT Dharma Nyata
Jati menjelaskan bahwa Dahlan Iskan memiliki saham sebesar 3,8 persen di Jawa Pos. Saham tersebut muncul dari proses kompensasi kewajiban yang sebelumnya dibahas. Sedangkan untuk aset milik PT Dharma Nyata, Jati menegaskan bahwa secara legal, perusahaan itu bukan milik pribadi mantan direksi.
“Aset PT Dharma Nyata sudah rutin membayar dividen ke Jawa Pos selama bertahun-tahun. Tapi sejak 2017, saat NW dicopot dari holding, dividen itu berhenti,” katanya.
Oleh karena itu, manajemen menilai langkah hukum adalah bentuk tanggung jawab untuk menyelamatkan aset perusahaan, bukan upaya menjatuhkan siapapun.
Meski memilih jalur hukum, pihak Jawa Pos menegaskan tetap terbuka untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan. Asalkan, lanjut Jati, semua pihak berangkat dari itikad baik dan kesadaran akan fakta hukum yang ada.
“Kami tak menutup pintu dialog. Tapi penyelesaian harus berdasar hukum dan kenyataan, agar tidak menimbulkan salah persepsi di publik,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
