Serang Usia Muda, Obesitas di Indonesia Mengkhawatirkan, Ahli Medis Beri Peringatan Begini!

Arif Ardliyanto
Kasus obesitas di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi salah satu masalah kesehatan serius yang perlu diwaspadai. Tim dokter memberikan keterangan bahaya obesitas. Foto iNewsSurabaya/arif

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kasus obesitas di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dan kini menjadi salah satu masalah kesehatan serius yang perlu diwaspadai. Ironisnya, kondisi ini justru banyak dialami oleh masyarakat usia muda yang berpotensi memengaruhi kualitas hidup di masa depan.

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023, prevalensi obesitas pada orang dewasa mencapai 23,4 persen, naik dari 21,8 persen pada 2018. Sementara itu, obesitas sentral atau kelebihan lemak di area perut tercatat dialami 36,8 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas.

Ketua Umum Pengurus Pusat PERKENI, Prof Dr dr Em Yunir, SpPD K-EMD FINASIM, mengingatkan bahwa obesitas bukan sekadar masalah penampilan, tetapi termasuk penyakit kronis yang dapat memicu berbagai komplikasi.

“Obesitas meningkatkan risiko diabetes tipe 2, hipertensi, penyakit jantung, stroke, hingga kematian dini. Karena itu masyarakat harus rutin mengontrol berat badan sejak dini,” ujarnya di Surabaya, Minggu (24/8/2025).

Secara medis, obesitas ditentukan melalui Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungannya dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (meter).

- IMT 18,5–22,9: kategori normal

- IMT 23–24,9: kelebihan berat badan tahap awal

- IMT 25–29,9: obesitas tingkat I

- IMT ≥30: obesitas tingkat II, risiko tinggi 

Menurut Prof Yunir, masyarakat sebaiknya segera melakukan pemeriksaan jika berat badan naik signifikan atau lingkar perut melewati ambang normal, yakni >90 cm pada pria dan >80 cm pada wanita. Jika ada penyakit penyerta seperti diabetes atau gangguan jantung, pasien akan dirujuk ke spesialis untuk penanganan lebih lanjut.

Wakil Ketua II PERKENI, Dr dr Sony Wibisono, SpPD K-EMD FINASIM, menegaskan bahwa penanganan obesitas tidak hanya berfokus pada penurunan berat badan.

“Target utama adalah mencegah komplikasi. Bahkan penurunan 5–10 persen berat badan saja sudah cukup menurunkan risiko penyakit serius,” jelasnya.

Senada, Dr dr Nanny Nathalia Soetedjo, SpPD K-EMD MKes FINASIM DCN, menekankan pentingnya edukasi sejak usia dini. Menurutnya, pola makan berlebih dan kurang aktivitas fisik merupakan pemicu utama obesitas.

“Gaya hidup aktif dan gizi seimbang harus dibiasakan sejak anak-anak agar angka obesitas tidak semakin meningkat,” tegasnya.

Selain upaya pencegahan melalui pola hidup sehat, inovasi medis juga hadir sebagai solusi tambahan. dr Riyanny Meisha Tarliman, Clinical Medical and Regulatory Director Novo Nordisk Indonesia, menjelaskan bahwa terapi berbasis GLP-1 mampu membantu menurunkan berat badan secara signifikan.

Hasil studi global STEP menunjukkan bahwa terapi ini tidak hanya efektif menurunkan berat badan, tetapi juga membantu memperbaiki kontrol gula darah, menurunkan tekanan darah, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

Bahkan, studi SELECT yang melibatkan 17.604 peserta di 41 negara menemukan bahwa terapi ini mampu mengurangi risiko penyakit kardiovaskular mayor seperti serangan jantung, stroke, dan kematian akibat penyakit jantung hingga 20 persen.

“Terapi ini aman, memiliki profil keamanan yang konsisten, dan bisa menjadi bagian dari solusi jangka panjang penanganan obesitas di Indonesia,” pungkas Riyanny.

 

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network