Menurut Heru, persoalan terbesar masih terletak pada rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan.
Dari sisi pencegahan, Relita Wulandari, Kepala Bidang PUG-PHA DP3A Surabaya, menekankan pentingnya Kampung Ramah Perempuan dan Anak (KAS-RPA). Program ini diarahkan agar lingkungan lebih kondusif, sekaligus menekan berbagai masalah sosial seperti pernikahan anak, kenakalan remaja, hingga penyalahgunaan narkoba.
“Kami ingin setiap kampung menjadi kampung baca, kampung kreatif, kampung sehat, dan kampung bebas narkoba. Tahun ini, target kami menyasar 300 sekolah melalui sosialisasi bersama psikolog dan BNN,” jelas Relita.
Sementara itu, Direktur Plato Foundation, Gita Amalia, S.Sos., M.Psi, menyoroti aspek psikologis anak yang rentan menjadi pintu masuk penyalahgunaan narkoba.
“Selama anak tidak mendapatkan kasih sayang yang tepat, mereka cenderung mencari pelarian melalui narkoba atau alkohol. Ketika regulasi diri lemah dan komunikasi keluarga tidak asertif, risiko kecanduan makin besar. Bahkan dari data Satpol PP, 100 persen anak yang ditangkap kedapatan memakai alkohol dan narkoba,” ungkap Gita.
Dari diskusi tersebut, semua narasumber sepakat bahwa pencegahan narkoba tidak bisa dilakukan satu pihak saja. Perlu sinergi antara aparat penegak hukum, pemerintah, sekolah, komunitas, dan terutama keluarga.
Dengan keterlibatan masyarakat, diharapkan Surabaya bisa mempersempit ruang gerak para pengedar dan menjaga generasi muda dari ancaman narkoba.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
