Selamat dari Reruntuhan, Dua Santri Al Khoziny Jadi Saksi Hidup Tragedi Musala Ambruk

Lukman Hakim
Ahmad Zabidi, warga Surabaya menceritakan dua anaknya selamat dalam tragedi runtuhnya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Senin (29/9/2025) lalu.

SIDOARJO, iNewsSurabaya – Ahmad Zabidi (49), warga Surabaya, masih diliputi rasa haru sekaligus syukur. Dua anaknya, Muhammad Ubaid Hamdani (18) dan Muhammad Zidan Lathif (14), menjadi saksi sekaligus penyintas dalam tragedi runtuhnya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Senin (29/9/2025) lalu.

Di tengah puing bangunan yang hancur, cerita keberuntungan sekaligus trauma anak-anaknya menjadi pengingat bahwa musibah bisa menimpa siapa saja.

Ubaid, putra sulung Zabidi, sejak pagi ikut membantu kerja bakti pengecoran lantai atas musala. Seperti santri lain, ia merasa bangga bisa memberi sumbangsih untuk pembangunan rumah ibadah di pondok yang menjadi tempatnya menuntut ilmu.

“Santri itu hanya bantu-bantu, bukan jadi tukang. Mereka sekadar mengangkat material. Tukang profesional tetap ada yang mengerjakan dan mengawasi. Dulu saya waktu mondok juga begitu, jadi hal ini sudah biasa,” tutur Zabidi, Sabtu (4/10/2025).

Namun, takdir berkata lain. Saat musala ambruk, Ubaid sedang beristirahat melepas lelah di kamar asrama. Jika saja ia masih berada di lantai tiga, kemungkinan besar ia ikut terhempas bersama reruntuhan. “Kalau Ubaid masih ada di atas, ya tentu ikut jatuh bersama material yang ambruk,” ucap sang ayah lirih.

Lebih mencekam dialami sang adik, Zidan. Santri kelas ibtidaiyah ini tengah menunaikan salat Asar di musala lama yang posisinya bersebelahan dengan musala baru yang roboh. Saat getaran keras terasa, sebagian jamaah panik. Ada yang langsung menghentikan salat, ada pula yang tetap berusaha khusyuk.

Zidan mengaku sempat menolong lima temannya yang terkena dampak reruntuhan. Namun rasa takut membuatnya tak mampu bertahan lebih lama. Dengan suara pilu, ia berlari keluar sambil menjerit kepada teman-temannya, “Sepurane yo rek, aku wis gak iso nulungi liyane. Aku wedi rubuh maneh (Maaf ya, aku sudah tidak bisa menolong yang lain. Aku takut roboh lagi).”

Kalimat itu diulang Zabidi dengan suara tercekat, mengenang bagaimana anak bungsunya harus berhadapan dengan situasi hidup dan mati di usia yang masih belia.

Bagi Zabidi, apa yang dilakukan anak-anaknya bukan hal baru. Budaya gotong royong dalam pembangunan sarana pesantren sudah menjadi tradisi turun-temurun. “Santri merasa bangga bisa ikut membangun pondok. Itu jadi kebanggaan tersendiri. Tapi semua tetap diawasi tukang profesional. Jadi bukan santri yang menentukan teknis bangunan,” jelasnya.

Musala yang ambruk itu, kata Zabidi, sudah dikerjakan hampir setahun. “Diperkirakan sembilan sampai sepuluh bulan. Lantai bawah dikebut dulu agar bisa dipakai jamaah. Setelah itu baru lantai atas dikerjakan,” tambahnya.

Bukan tanpa alasan Zabidi mempercayakan pendidikan kedua anaknya di Al Khoziny. Pesantren ini didirikan lebih dari satu abad lalu oleh KH. Khozin Khoiruddin dan memiliki catatan sejarah penting dalam perjuangan bangsa. Pada masa Resolusi Jihad NU 1945, pesantren ini menjadi tempat berkumpulnya para pejuang Hizbullah sebelum pertempuran Surabaya 10 November.

“Al-Khoziny ini pesantren bersejarah. Saya ingin anak-anak saya belajar agama sekaligus mengenang jasa para ulama yang ikut berjuang untuk kemerdekaan,” kata Zabidi penuh keyakinan.

Meski bersyukur anak-anaknya selamat, Zabidi tak menutup mata atas luka besar yang ditinggalkan tragedi ini. Banyak keluarga santri lain masih berduka. Ia memahami jika pengasuh pesantren, KH. Abdussalam Mujib, dan keluarganya memilih untuk tidak banyak berbicara kepada media.

“Wajar kalau pihak pesantren masih tertutup. Mereka sedang berduka. Kita harus maklum dan menghormati suasana batin mereka,” ujarnya.

Zabidi sadar, apa yang menimpa Al Khoziny adalah ujian berat. Namun ia percaya, doa dan solidaritas akan membuat para santri dan keluarga pesantren bangkit kembali. “Semoga semua diberi ketabahan. Musibah ini jadi pelajaran untuk kita semua agar selalu hati-hati dan waspada. Saya hanya bisa bersyukur anak-anak saya masih dilindungi Allah,” pungkasnya.

 

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network