Dalam kesepakatan bersama masyarakat etnis Bawean, jhukong telah dideklarasikan sebagai ikon perahu nelayan Bawean serta warisan budaya takbenda asal Pulau Bawean. Langkah berikutnya, mereka bersama pemerintah daerah dan pusat berupaya mendorong pengakuan dari UNESCO agar jhukong diakui sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia.
Pengukuhan simbolis itu dilakukan di Desa Telukjatidawang, Kecamatan Tambak, Gresik, pada Festival Pulau Cena Bawean 2019. Momen tersebut menjadi tonggak penting dalam upaya menjaga identitas budaya maritim Bawean di tengah arus modernisasi.
Meski demikian, Kyai Ali Masyhar menyoroti lemahnya perhatian pemerintah daerah terhadap pelestarian budaya Bawean. Ia menilai, Dinas Kebudayaan Gresik kurang memahami esensi budaya lokal, karena lebih mempromosikan kegiatan lain yang tidak mencerminkan identitas Bawean.
“Yang seharusnya diusulkan sebagai warisan budaya adalah jhukong, bukan toktok sapi yang justru bukan bagian dari tradisi Bawean,” tegasnya.
Kyai Ali juga menyesalkan minimnya keterlibatan pemerintah daerah dalam kegiatan Sail Indonesia yang beberapa kali singgah di Bawean.
“Masyarakat terus bertanya-tanya, kenapa setiap Sail Indonesia datang, tak ada keterlibatan nyata dari dinas terkait? Apakah Bawean sudah tidak diurus lagi?” tutupnya dengan nada kecewa.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
