Namun, hingga kini Surabaya belum termasuk dalam sepuluh kota yang memperoleh bantuan teknologi insinerasi dari pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah nasional.
“Perpres insinerasi itu baru mencakup sepuluh kota di luar Surabaya, yang rata-rata menghasilkan lebih dari sepuluh ton sampah per hari,” tambahnya.
Meski masih mengandalkan teknologi gasifikasi, Pemkot Surabaya berkomitmen terus berinovasi untuk menekan jumlah residu hasil pengolahan sampah.
Menurut Cak Eri, residu yang dihasilkan dari PSEL Benowo akan dimanfaatkan kembali, misalnya diolah menjadi minyak, fleece, hingga bahan pengurukan tanah.
“Tujuannya agar limbah padat yang dihasilkan bisa bernilai guna dan tidak berakhir di TPA,” ujarnya.
Eri juga menegaskan bahwa seluruh proses pengolahan sampah di PSEL Benowo diawasi ketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terutama dalam hal pencemaran udara.
“Setiap emisi gas buang selalu dicek dan diukur oleh Kementerian LH. Karena itu, baik teknologi gasifikasi maupun insinerasi sudah memenuhi standar emisi yang ditetapkan pemerintah, jadi aman,” tegasnya.
Dengan langkah ini, Surabaya kian menunjukkan keseriusannya sebagai kota berkelanjutan yang berorientasi pada energi hijau dan ramah lingkungan. Pemerintah kota berharap, keberhasilan ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam mengelola sampah secara modern dan berkelanjutan.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
