SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Di era kemajuan teknologi, manusia hidup di tengah kebisingan yang tak pernah benar-benar reda. Suara notifikasi gawai, deru kendaraan, hingga hiruk-pikuk berita utama berpadu membentuk simfoni bising yang menguasai keseharian.
Di tengah hingar-bingar tersebut, menusia kerap lupa bahwa hati pernah merindukan tempat tenang ruang sunyi.
Kemajuan teknologi dan kecepatan modern menjadikan kita pengembara yang selalu tergesa-gesa. Kita berlomba mengejar pencapaian, mencari pujian, dan menagih pengakuan, tanpa sempat berhenti untuk bertanya.
Apa sebenarnya yang kita cari? Makna hidup terasa semakin jauh, menguap seperti embun pagi yang tak mampu digenggam karena tangan terlalu sibuk memegang ambisi dan layar gawai.
Jejak yang ditinggalkan di dunia digital pun sering kali rapuh. Barisan unggahan dan komentar mudah terhapus oleh guliran waktu dan lupa.
Kita membangun dinding media sosial yang tampak megah dan penuh senyuman, namun di baliknya, jiwa kita perlahan mengering kehilangan arah, kehilangan makna.
Kini, manusua seperti berdiri di padang hening yang luas. Bukan karena dunia tiba-tiba tenang, melainkan karena hati sendiri yang kehilangan resonansi. tersesat dalam labirin pikiran yang terlalu ramai, namun kosong di dalam.
Padahal, makna sejati tidak bersembunyi di puncak gunung tertinggi atau di dasar laut terdalam. Ia hadir dalam hal-hal kecil yang sering diabaikan, tatapan mata seorang ibu, tegukan kopi yang dinikmati perlahan, atau gemerisik daun yang jatuh. Hidup selalu menyelipkan keajaiban kecil di antara kesibukan, hanya saja terlalu sibuk mencarinya di tempat lain.
Maka, marilah kita berhenti sejenak. Lepaskan sepatu yang mengantarkan kita berlari tanpa arah, dan mulai melangkah perlahan menuju ruang sunyi di dalam diri. Beranilah menatap ke dalam dan mengajukan pertanyaan yang tulus, bukan sekadar mencari jawaban yang pasti.
Mungkin makna yang selama ini terasa hilang sebenarnya tidak pernah pergi. Hanya menunggu kembali diam, sabar, dan setia di sudut hati. Menyapa lembut menunggu pulang.
Panulis: Amelia Wulan Syahfitri
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
