Privasi pribadi pun semakin terancam karena data wajah dan suara dapat disalahgunakan dengan mudah. Meski teknologi deteksi deepfake terus dikembangkan, penyebarannya jauh lebih cepat daripada upaya pencegahannya. Akibatnya, masyarakat semakin sulit membedakan antara informasi yang benar dan yang dimanipulasi, yang pada akhirnya mengikis kepercayaan terhadap media digital.
Ancaman deepfake bahkan lebih serius bagi kelompok lanjut usia (lansia) yang memiliki tingkat literasi digital rendah. Banyak dari mereka tidak mampu mengenali manipulasi digital, apalagi ketika konten disertai narasi emosional atau bernuansa keagamaan. Lansia kerap mempercayai video palsu tanpa keraguan dan menjadi korban penipuan atau manipulasi. Platform seperti WhatsApp sering kali menjadi jalur utama penyebaran deepfake di kalangan mereka, memperbesar risiko disinformasi dan konflik sosial.
Fenomena ini menunjukkan pentingnya peningkatan literasi digital, terutama bagi kalangan rentan seperti lansia. Keluarga, komunitas, dan pemerintah harus berperan aktif memberikan edukasi dan perlindungan agar masyarakat mampu mengenali dan menolak manipulasi digital. Selain itu, regulasi yang ketat terhadap penggunaan dan distribusi deepfake perlu ditegakkan untuk melindungi privasi serta menjaga integritas ruang digital Indonesia.
Teknologi AI dan deepfake memang tak dapat dihentikan. Namun, dengan kesadaran, literasi digital, dan kebijakan yang bijak, kita dapat memastikan teknologi berkembang tanpa mengorbankan nilai kemanusiaan dan kepercayaan publik.
Penulis: Raya Atina Royyani
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
