Sesuai hukum ekonomi, hukum penawaran akan muncul kalau harga sapi naik maka permintaan akan turun. Itu sekarang sudah terjadi dopasaran, begitu juga harga daging. Pedagang tidak mau menyediakan daging banyak, karena permintaan turun. “Mudah-mudahan tidak panjang, supaya tidak ada inflasi. Harga naik turun permintaan turun terus, nilainya turun,” paparnya.
Pemerintah harus segera bertindak, dampak yang terjadi bakal besar. Jawa Timur memiliki dampak yang besar, karena PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang disumbangkan dari sektor perdagangan sapi cukup besar. “PAD secara umum Jawa Timur sekitar 40 persen. Harus dicari cara penanganannya secara cepat. Dinas Peternakan harus bergerak cepat mencari sosialisasi,” papar Ulfi.
Bahkan nantinya, jika persoalan ini tidak segera mendapat penangananya maka ada kemungkinan Indonesia melakukan impor sapi. Padahal peternak sapi sangat besar di Indonesia. “Ini alasan untuk impor, dan sangat mungkin ada kartel sapi,” jelas Kepala Prodi (Kaprodi) S1 Manajemen Untag Surabaya ini.
Sementara itu, dampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang berbagai daerah di Jawa Timur sangat berdampak bagi penjualan sapi di pasaran. Salah satunya penjualan di Pasar Dimoro Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Sukorjo, Kota Blitar.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait