PROBOLINGGO, iNews.id - Upacara Yadnya Kasada menjadi momentum yang ditunggu-tunggu bagi warga Hindu Tengger. Pelaksanaan upacara ini diikuti para tokoh adat, tokoh agama serta para dukun pandita di Lereng Gunung Bromo.
Prosesi upacara Yadnya Kasada 1944 Saka, Kamis (16/6/2022) berjalan penuh khidmat. Sekitar pukul 04.00 WIB sesaji yang dipersiapkan langsung dibawa untuk dilempar ke kawah Gunung Bromo.Sebelum melempar sesaji ke kawah itu, terlebih dulu para dukun dan pandita dari 4 kabupaten, meliputi, Kabupaten Lumajang, Malang, Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo bersembahyang mengikuti ritual doa Yadnya Kasada. Doa dipimpin Ketua Dukun Pandita Sutomo, yang dipusatkan pada Pure Poten Luhur yang berada di tengah lautan Pasir Gunung Bromo.
Sukarji, Dukun Pandita asal Kecamatan Tosari, Kabupaten Probolinggo, mengatakan kalau makna dari Yadnya Kasada ini merupakan bentuk pengertian agar umat Hindu tidak sombong, mempunyai rasa sukur, dan tidak takabur. Setiap kali mendapatkan rejeki harus berbagi satu sama lainnya, setiap tahunnya disisihkan kepada leluhur untuk dikirim ke Kawah Bromo agar selalu diberi nikmat yang baik dan rejeki bertambah.
"Yang terpenting kita selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh sang pencipta, dengan mengirim dan melarung sesaji ke Kawah Bromo, agar kita dilimpahkan rejeki, kesehatan dan diberi keselamatan dalan hidup," terangnya.
Disamping itu, Bambang Suprapto, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo, mengatakan kalau Yadnya Kasada ini merupakan korban suci. Dimana korban suci yang dimaksud tentang pengorbanan diri Raden Kusuma terhadap anak keturunannya.
Raden Kusuma merupakan putra ke-25 dari Dewa Joko Seger dan Dewi Roro Anteng yang dijanjikan jika mempunyai keturunan, anak yang terakhir akan diserahkan ke Sang Hyang Widi, takut membawa malapetaka ke penerusnya, Raden Kusuma menyeburkan diri ke kawah Bromo. "Ritual Yadnya Kasada ini dikirimkan sesajen ke kawah Gunung Bromo. Dan hal itu merupakan kewajiban bagi umat Hindu Tengger Bromo setiap tahun," ujarnya.
Ia menjelaskan perayaan larung sesajen umat Hindu suku Tengger ini berbeda dengan umat Hindu yang ada di Bali. Di Bali ada upacara Mepekelem atau Segara Kertih saat ritual larung sesaji, hanya saja larung sesajinya ke laut. Sedangan untuk Hindu di Bromo, larung sesajinya di kawah Gunung Bromo.
Editor : Arif Ardliyanto