KEDIRI, iNews.id - Kasus kepemilikan tanah warga Dusun Sempu, Desa Sempu, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, menjadi perhatian serius Anggota DPRD Jatim Heri Setiawan. Pasalnya, setelah erupsi Gunung Kelud, status kepemilikan tanah warga mendadak hilang dengan tidak diterbitkannya SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) oleh pemerintah (Perhutani).
Padahal, tanah tersebut sudah ditempati warga dan dimanfaatkan sejak masa penjajahan Jepang, tahun 1943, atau sudah lebih dari 20 tahun. Tanah tersebut juga sudah dibangun permukiman, fasilitas umum dan sosial hingga dijadikan lahan garapan untuk bertahan hidup.
"Sesuai aturan (UU Pasal 25 dan PP 24/1997), tanah tersebut sudah bisa dimiliki atau didaftarkan kepada negara untuk diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM)," kata politisi PDI Perjuangan itu.
Karena itu pihaknya bersama dengan seluruh warga terus memperjuangkan hak atas tanah di lereng Gunung Kelud tersebut kepada pemerintah. Komitmen itu disampaikan Heri saat bertemu dengan ratusan warga Sempu pada Reses III DPRD Jatim, Sabtu (15/10/2022) malam lalu.
"Kami telah mendatangi Kementerian Lingkuhan Hidup dan Kehutanan serta BPN untuk mengurus proses ini. Harapannya, tanah milik warga ini tidak hilang dan bisa dimiliki kembali," ujarnya.
Dia optimistis perjuangan bersama warga untuk mendapatkan kembali hak atas tanah tersebut akan berhasil. Sebab, secara historis maupun regulasi, aset tanah tersebut memang menjadi hak warga Dusun Sempu.
Heri mengatakan, eksisten warga Dusun Sempu di lereng Gunung Kelud juga dikuatkan dengan bukti ketaatan pada negara dengan pembayaran pajak sejak tahun 1973. Kewajiban itu baru berhenti pada tahun 2015 karena tidak diterbitkan SPPT oleh negara.
Atas bukti tersebut, sudah lebih dari 40 tahunan eksistensi masyarakat Sempu di wilayah teritorial tersebut (Dusun Sempu). Selain itu juga masyarakat tidak menelantarkan lahan yang menjadi pemukiman dan garapan.
"Kami sudah melakukan kajian bersama Pusat Studi Agraria dan Tani Center Institut Pertanian Bogo (IPB). Hasilnya, peluang untuk penyelesaian PTKH (Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan) ini terbuka lebar," katanya.
Heri mengatakan terdapat dua langkah utama untuk penyelesaian PTKH di Dusun Sempu. Pertama, memperjelas status kawasan hutan. Kedua, menyelesaikan kepemilikan tanah sebagaimana kebijakan sistem TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), bahwa aset negara bisa diredistribusi dan dilegalisasi oleh masyarakat.
Dari proses tersebut, maka aset tanah warga Dusun Sempu akan kembali, yakni menjadi kepemilikan individu dan/atau kepemilikan bersama melalui badan usaha milik petani yang dikelola secara bersama-sama.
Berikut rekomendasi teknis hasil kajian warga Dusun Sempu bersama IPB:
1. Melakukan proses tindak-lanjut melalui advokasi kebijakan ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup terkait tindak lanjut keputusan Menteri LHK tentang proporsi kecukupan luasan kawasan hutan di Jawa Timur (sesuai PP 23/2021 Pasal 41).
2. Mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah (Kabupaten Kediri dan Provinsi Jawa Timur) dan pemerintah (Kementerian LHK dan Kementerian ATR/BPN) secara berjenjang sesuai kewenangan mulai level derah sampai pusat terkait proses pelepasan kawasan hutan untuk TORA dalam kerangka besar kebijakan Reforma Agraria.
3. Berkoordinasi kepada Gugus Tugas Reforma Agraria di daerah (level kantah dan Kanwil) dan pusat (GTRA Nasional), terkait dengan pelaksanaan RA (amanat Perpres 86/2018).
4. Berkoordinasi dengan Gubernur (sebagai ketua Tim Inver) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Ekonomi No.3 Tahun 2018 terkait dengan Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penyelesaian PTKH.
5. Pararel dengan nomor 2 dan 3, melakukan inventarisasi dan persiapan data-data yang dibutuhkan sebagai prasyarat pelepasan kawasan hutan di Sempu berdasarkan peraturan perundangan.
Editor : Ali Masduki