get app
inews
Aa Text
Read Next : Puti Dukung Kebijakan Pemkot Surabaya Ganti PR dengan Penumbuhan Karakter

PR Jenjang SD-SMP di Kota Surabaya Dihapus, Ini Kata Konselor Sekolah Cikal Surabaya

Selasa, 01 November 2022 | 10:28 WIB
header img
Penghapusan PR sebagai langkah untuk mengurangi beban pembelajaran bagi peserta didik. Foto: iNewsSurabaya.id/Ali Masduki

SURABAYA, iNews.id - Pekerjaan Rumah (PR) murid jenjang SD-SMP di kota Surabaya dan Dinas Pendidikan Surabaya dihapus mulai 10 November 2022. Hal ini sebagai langkah untuk mengurangi beban pembelajaran bagi peserta didik.
 
Menurut Konselor Anak di Sekolah Cikal Surabaya, Nerinda Rizky Firdaus, menyebutkan bahwa orang tua dan juga pendidik di sekolah harus memahami esensi dan urgensi dari PR itu sendiri. 

Sehingga tidak membebani anak. Tanpa PR, tentu kegiatan bersama orang tua di rumah akan lebih banyak dieksplorasi bersama keluarga. 

Pekerjaan Rumah itu Bukan Menyelesaikan Tugas Sekolah di Rumah
 
Nerinda menyebutkan bahwa istilah pekerjaan rumah itu dibentuk dalam pendidikan sebagai langkah untuk membiasakan anak belajar di rumah dan membangun rutinitas belajar itu sendiri. 

Namun, seiring berjalan waktu, PR menjadi langkah untuk penyelesaian tugas sekolah di rumah yang mendorong peningkatan beban. 

Kata dia, jika menelusuri awal mula PR itu terbentuk, maka awalannya adalah untuk membiasakan anak belajar di rumah, membuat rutinitas belajar di rumah, memudahkan orang tua memonitor anak mengenai proses belajarnya di sekolah, dan ada pula yang meraih nilai (PR itu sebagai tugas yang dinilai, kalau tidak mengerjakan, maka nilainya dapat berkurang dan sebagainya). 

Namun, jika bicara tentang PR dan kaitannya dengan upaya memberikan tantangan pengembangan diri dan kompetensi anak, maka sebetulnya anak-anak itu sendiri akan tertantang bukan karena PR ya. 

"Kenapa? Karena bagi sebagian anak PR itu malah menjadi beban,” ucap pendidik yang mengampu program Personal and Social Education (PSE) jenjang SD.

 Tanpa PR, Hadirkan Proyek dan Eksplorasi Kegiatan Bersama Bersama Keluarga 
 
Nerinda menuturkan bahwa usulan penghapusan PR sebagai tugas sekolah yang dibawa ke rumah menjadi salah satu langkah yang tepat untuk direfleksikan bersama bagi semua pihak.

“Bagi saya sendiri untuk membangun kebiasaan anak belajar mencari atau memilih tantangan atau membangun motivasi internal belajar bukan dengan PR, tetapi dengan pembelajaran bermakna yang memang diberikan dan adanya diferensiasi di kelas, baik itu topik belajar, pertanyaan yang memantik rasa ingin tahu anak, lalu juga penjelasan pentingnya belajar suatu topik apa kegunaan di kehidupan nyata, dan keterkaitannya di lingkungan atau diri sendiri,” terangnya.

Ia juga menceritakan dan menjelaskan bahwa dengan usulan ini penerapan kegiatan yang memang diberikan kepada anak “hanya untuk dilakukan di rumah bersama keluarga” akan lebih banyak tentu dilakukan bersama. 

 “Di Cikal, kita ingin berikan kesempatan anak membangun quality time di rumah. Kita percaya bahwa belajar itu tidak hanya soal di depan laptop saja. Namun, lebih kepada membangun komunikasi dan sosialisasi dengan orang rumah, orang tua, adik-kakak, nenek-kakek dan sebagainya. Kami juga percaya bahwa waktu belajar di sekolah itu sebaiknya dimaksimalkan untuk belajar, dan di rumah untuk keluarga. Sehingga di Cikal itu konsep PR itu lebih kepada kegiatan yang dilakukan di rumah,” tambahnya.

Beberapa kegiatan yang disebutkan oleh Nerinda antara lain, melakukan wawancara dengan orang tua terkait topik yang diminati anak, mengamati binatang peliharaan, menceritakan benda yang disukai atau favorit anak di rumah, mengamati bulan di malam hari, dan sebagainya. 

Tanpa PR, Bangun Lebih Banyak Kegiatan Pengembangan Diri Anak 

Nerinda menuturkan juga bahwa dalam setiap proyek atau referensi kegiatan yang diberikan untuk dilaksanakan bersama keluarga di rumah, para pendidik di Sekolah Cikal Surabaya khususnya di jenjang SD lebih memfokuskan pada pengembangan diri anak.

 “Kami memang fokusnya itu memantik tantangan anak melalui feedback. Meski tak ada angka, tetapi tetap ada kategori penilaian dan pengembangan diri, dan melihat dari refleksi pengembangan diri anak.  Tak hanya yang perlu diimprove, tetapi juga perkembangan dirinya secara utuh. Jadi, bukan hanya beri tugas dikumpulkan dan dinilai.  Kita lebih membangun pendekatan atas proyek itu kenapa kita melakukan itu di rumah, apa pentingnya, kendalanya apa? Apa yang sulit  mengapa? Selalu ada diskusi dan memfasilitasi pilihan kegiatan murid.” cerita pendidik yang mendampingi program Career Exploration jenjang SMP-SMA Cikal Surabaya.

Ia menambahkan bahwa penerapan pembelajaran di Cikal Surabaya sendiri sebagai salah satu sekolah di Kota Surabaya adalah berupaya untuk membangun dan mengasah kemampuan akademik dan karakter, kemudian soft skill dan hard skill, hingga pengembangan nilai dan norma dalam diri anak yang lebih penting di atas PR dalam bentuk soal.
 
“Di Cikal sendiri, khususnya di Cikal Surabaya tujuan pembelajaran anak sendiri itu di SD Cikal Surabaya jenjang Lower Primary kelas 1-3 lebih kepada Play-Based Learning. Begitu pun dengan kelas 4-6 di Cikal Surabaya, anak-anak di fase ini sedang di tahap bangun soft skill dan Hard Skill, atur jadwal sekolah hingga kenali norma sosial. Jadi, kebanyakan anak-anak tidak mengerjakan LKS atau soal, sehingga anak-anak tidak mengerjakan hal yang "tidak selesai" di sekolah dan jadi PR di rumah," pungkasnya.

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut