SURABAYA, iNews.id – Kasus ambrolnya wahana seluncur di Kenjeran Park Surabaya bakal menemui babak baru.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya kabarnya telah mengajukan Restorative Justice (RJ) ke Kejaksaan Agung atas kasus yang menyebabkan 17 orang jatuh dari wahana tersebut.
Kuasa hukum tersangka, Rafiqi Anjasmara menyebut, para pihak baik kliennya maupun 17 korban telah sepakat untuk menempuh jalur damai secara kekeluargaan.
Rafiqi juga memastikan, Pemilik dan Manajemen Kenpark telah bertanggung jawab secara materil dan moril terhadap para korban yang jatuh dari wahana miliknya.
"Kami sejak awal kooperatif dan tentu tidak menduga kejadian ini bisa timbul. Secara personal maupun mewakili perusahaan klien kami telah bertanggung jawab secara moril dan materil. Memberikan pengobatan pada para korban sampai sembuh, menanggung biaya Pendidikan, dan menawarkan pekerjaan di Kenpark bagi korban yang cukup umur,” sebutnya saat dikonfirmasi.
Sementara Kasi intel Kejaksaan Negeri Perak Surabaya, Putu Arya Wibisana membenarkan adanya upaya permohonan tersangka melalui kuasa hukumnya agar diajukan proses restorative justice ke Kejaksaan Agung.
"Kita ajukan Pra RJ ke Kejagung atas kasus ini,” singkatnya kepada wartawan.
Sementara itu, DR. Bambang Suheryadi, S.H., M.Hum, salah seorang pakar hukum pidana Universitas Airlangga (UNAIR) menyebutkan Restorative Justice adalah pada dasarnya sebuah pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan keseimbangan pada para pihak, yang dalam sistem peradilan pidana selama ini semakin banyak dilakukan.
Selain itu restorative justice merupakan sebuah upaya legal yang dapat ditempuh oleh para pihak yang berperkara di pidana.
Masing - Masing penegak hukum baik kepolisian, Kejaksaan hingga Mahkamah Agung membuat pedoman penyelesaian perkara melalui sistem Restorative Justice.
Menurut Bambang, konsep keadilan restorative itu satu konsep penyelasaian perkara pidana yang melibatkan banyak pihak, yaitu pelaku hingga korban dengan musyawarah untuk bersama mencari penyelesaian yang adil dengan tujuan untuk memulihkan keadilan.
“Dengan diselesaikan melalui rj maka tidak ada lagi stignma, yang ada adalah pemulihan baik korban dan pelaku juga merasa tidak ada stigma sehingga yang ada adalah pemulihan secara utuh,” sebutnya.
Meski Langkah restorative justice ini relatif baru dalam hal penghentian perkara, Bambang memastikan jika hal tersebut telah diatur dan dipedomani oleh setiap Lembaga hukum yang berwenang.
"Tiap penegak hukum ada aturan masing-masing, kalau di kepolisian ada Peraturan Kapolri, kalau di Kejaksaan ada Peraturan Jaksa agung nomor 15 tahun 2020. Syarat dan ketentuannya sudah diatur, seperti para pihak sepakat berdamai, tidak berkaitan dengan kejahatan keamanan negara dan sebagainya,” imbuhnya.
Terkait perkara ambrolnya wahana di Kenpark Surabaya pada 7 Mei 2022 lalu, Bambang menyebut jika perkara tersebut bisa diselesaikan secara damai.
“Kembali lagi, RJ ini kan penyelesaian secara utuh tidak ada yang menjadi stigma, bukan kehendak penegak hukum, korban menyetujui dan berkenan dan keseimbangan sudah terjadi Kalau menurut saya, jika para korban haknya sudah dipulihkan, pelaku bertanggungjawab serta semua mekanisme RJ sudah dilakukan, saya rasa kasus ini layak untuk di RJ-kan,” tandasnya.
Editor : Ali Masduki