Ke depan, dia berharap, toko kelontong yang didirikan itu menjadi unit usaha yang dapat menambah penghasilan keluarga di lingkungan RW 10 Kelurahan Mojo. Utamanya, bagi warga tidak mampu atau pendapatan keluarganya masih di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
"Di RW 10 nanti dibuatkan satu toko kelontong. Jadi, warga yang ingin mendapatkan penghasilan dan pendapatannya masih di bawah UMK Surabaya, gabung di sana (toko kelontong) dan satu RW belinya di sana," harapnya.
Di lain hal, Cak Eri berharap besar kepada warga agar dapat membeli kebutuhan di warung atau toko kelontong milik tetangga dari pada di toko modern. Sebab, menurutnya, ketika warga itu mengalami musibah, seperti sakit atau meninggal dunia, justru yang membantu adalah tetangga.
"Maka saya minta seluruh RW itu beli di toko kelontong yang disediakan oleh RW, yang terdiri dari warga tidak mampu dan pemerintah memastikan bahwa barangnya itu murah. Itu akan kita jalankan di RW 10 Kalidami, kita punya RW yang luar biasa, kita punya Bu Titik yang luar biasa, itu menjadi contoh betul," terangnya.
Sementara itu, Bunda Titik mengaku sudah bergabung ke dalam aplikasi E-Peken hampir berjalan 2 tahun. Ia mengungkapkan bahwa toko kelontong yang diberi nama Toko Rahmat ini tergabung dalam pembinaan Koperasi Gubeng Maju Bersama.
"Saya kebetulan pengurus Koperasi Gubeng Maju Bersama. Waktu di awal-awal pendirian, memang banyak yang sinis masuk ke koperasi. Begitu pemerintah menggencarkan E-Peken ini, alhamdulillah mereka banyak yang ingin gabung," kata Bunda Titik.
Bunda Titik juga menyebutkan, jika toko kelontong miliknya sudah berdiri sejak tahun 2013. Di awal, toko kelontong didirikan seadanya untuk bisa menambah pendapatan keluarga. Alhasil, lambat laun barang yang dijual di toko miliknya ini semakin bertambah.
Saat di awal berdirinya toko kelontong, Bunda Titik meraup omzet sekitar Rp300 dalam satu bulan. Meski begitu, ia tak mengenal kata lelah dan tetap berusaha untuk mengembangkan usahanya. Bahkan, ia juga sempat menjajal menggunakan aplikasi penjualan online untuk mengembangkan usahanya itu.
"Begitu online tapi belum masuk E-Peken, itu bisa sampai Rp 800-900 ribu per bulan. Karena kita (toko) ada di gang kecil, tidak ada akses umum untuk lewat. Akhirnya dengan E-Peken ini bisa sampai Rp 1,5 sampai 2 juta," ungkapnya.
Editor : Arif Ardliyanto