Bagaimana ini bisa terjadi?
Semua ini gara-gara Perayaan Paskah. Gereja Katolik sudah menetapkan bahwa Perayaan Paskah jatuh pada 21 Maret, yaitu tepat saat “vernal equinox” yang menandai titik musim semi. Equinox berasal dari bahasa Latin ‘aequus’ yang berarti sama dan ‘nox’ yang berarti malam. Equinox bisa diartikan sebagai fenomena dimana siang dan malam bumi memiliki panjang yang sama: 12 jam siang dan 12 jam malam. Saat itu, bumi tidak terinklinasi terhadap matahari. Pusat Matahari berada di bidang yang sama dengan khatulistiwa bumi. Equinox terbagi menjadi dua: Maret dan September. Equinox yang terjadi di Maret disebut “vernal equinox” menandai datangnya musim semi. Equinox September disebut “autumnal” equinox menandai dimulainya musim gugur.
Masalahnya, pada masa Paus Gregorius XIII, jika menggunakan perhitungan sistem kalender Julian, Paskah tidak jatuh pada 21 Maret. Agar Paskah tepat di 21 Maret,, harus ada pemangkasan tanggal sampai 11 hari. Akibatnya, setelah tanggal 4 Oktober 1582 langsung melompat ke tanggal 15 Oktober 1582. Itu berarti tidak pernah ada tanggal 5-14 Oktober 1582.
Ketika saat ini ada sebagian orang yang mencurigai ada misi Kristenisasi di balik “tahun baru 1 Januari”, pemeluk Kristen Eropa lebih dulu mereaksinya. Ketika kalender Gregorian diperkenalkan keluar dari Roma, orang-orang Kristen Protestan di Eropa mencurigainya sebagai upaya Katolikisasi. Jerman-Kristen baru mengadopsinya pada 1700. Inggris-Kristen baru mengakui pada 1752. Bahkan gereja-gereja ortodoks masih ada yang tidak mau mengakui kalender Gregorian.
Di Inggris, pemberlakuan kalender Gregorian sampai melahirkan huru-hara. Ini terutama ketika Parlemen Inggris memutuskan melompat dari 2 September langsung ke 14 September. Para pemrotes meneriakkan tuntutan: _“give us our 11 days.”_ Sebelum menggunakan kalender Gregorian, tahun baru di Inggris jatuh pada 25 Maret.
Editor : Arif Ardliyanto