SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Sidang lanjutan dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam akta otentik yang mendudukkan Liliana Herawati menjadi terdakwa dan diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memanas.
Dr. KPHA. Tjandra Sridjaja Pradjonggo, S.H., M.H., mantan Ketua Umum Perkumpulan,salah satu saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan Selasa (20/6/2023) ini harus sampai adu argumen dengan tim pembela Liliana Herawati.
Bukan hanya menyampaikan kesaksiannya dengan nada tinggi, salah satu pendiri Perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia ini juga terlihat sampai menahan emosi atas pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
Nampak sekali jika pemegang sabuk hitam DAN V ini sampai menghela nafas panjang dikursi saksi karena ketika hendak menyampaikan keterangan mulai dari awal sampai menjawab pertanyaan yang ditanyakan kepadanya, tiba-tiba dihentikan.
Selain menyampaikan apa yang ia ketahui sehingga Liliana Herawati harus diadili di PN Surabaya sebagai terdakwa, Tjandra Sridjaja Pradjonggo juga mengungkap adanya mens rea terhadap tindakan Liliana Herawati sehingga Liliana Herawati dilaporkan oleh Ir. Eric Sekjen Perkumpulan ke polisi kemudian dibawa ke persidangan untuk didudukkan sebagai terdakwa dan diadili.
Adanya mens rea yang secara tegas dipaparkan Tjandra Sridjaja ini berawal dari pertanyaan salah satu pembela terdakwa Liliana Herawati.
Salah satu pembela Pimpinan Pusat Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia itu awalnya bertanya ke Tjandra Sridjaja tentang tentang adanya notulen rapat tanggal 7 Nopember 2019 yang dibuat karena adanya Yayasan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia yang didirikan terdakwa Liliana Herawati.
Lebih lanjut salah satu pembela terdakwa Liliana Herawati bertanya ke saksi Tjandra Sridjaja tentang terbentuknya Yayasan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia itu.
"Sepengetahuan saksi, kapan yayasan itu didirikan?," tanya salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati.
Menjawab pertanyaan ini, Tjandra Sridjaja pun menjawab, berdasarkan informasi yang ditelusuri dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Yayasan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia ini didirikan tanggal 20 Februari 2019, mendapat pengesahan tanggal 25 Februari 2019.
Usai mendengar jawaban Tjandra Sridjaja Pradjonggo tersebut, penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati kemudian meminta ijin kepada Ketua Majelis yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk menunjukkan adanya akta pendirian yayasan.
Setelah melihat adanya akta pendirian yayasan dimana tahunnya tertera 2012, Tjandra Sridjaja kemudian ditanya apakah ia tahu tentang hal ini. Atas pertanyaan yang ditujukan kepadanya itu Tjandra Sridjaja pun menjawabnya.
"Tahun 2014 akhir, kami rapat. Dalam rapat itu ditanyakan, apakah akan membentuk yayasan atau perkumpulan. Lalu diputuskan membentuk perkumpulan," jawab Tjandra Sridjaja.
Kalau memang terdakwa sudah memiliki yayasan, lanjut Tjandra, mengapa dalam diskusi di akhir 2014 itu terdakwa ikut menentukan apakah kami akan membentuk yayasan atau perkumpulan?
Seakan tidak puas dengan jawaban saksi, salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati kembali bertanya apakah ia mengetahui keberadaan akta pendirian Yayasan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia yang sudah ada tahun 2012.
"Terhadap adanya akta yayasan itu, saya menduga bahwa akta itu palsu. Setidak-tidaknya tanggal yang tertera di akta itu adalah palsu, sebagaimana dijelaskan Bambang Irwanto ke saya," terang Tjandra Sridjaja.
Masalah tahun terbitnya akta yayasan ini menjadi perdebatan sengit. Namun, dalam keterangannya, saksi Tjandra Sridjaja tetap bersikukuh bahwa akta tahun 2012 palsu. Secara fisik, Tjandra Sridjaja tidak pernah mengetahui keberadaan akta pendirian Yayasan PMK Kyokushinkai.
Atas jawaban Tjandra Sridjaja yang menyatakan tidak pernah mengetahui secara fisik terhadap akta pendirian yayasan tersebut, salah satu penasehat hukum terdakwa kemudian mengatakan bahwa jawaban Tjandra Sridjaja tersebut akan dikunci.
"Jangan main kunci-kunci dan potong potong, buka saja. Saya keberatan. Karena yang saya tahu seperti itu. Dan berdasarkan penelusuran di Kemenkum HAM, bahwa akta yayasan itu dibuat 20 Februari 2019 dan mendapat pengesahan tanggal 25 Februari 2019," tandas Tjandra Sridjaja.
Perdebatan kembali terjadi ketika penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati bertanya ke saksi Tjandra Sridjaja tentang ada atau tidaknya pernyataan tertulis Liliana Herawati yang menyatakan mundur dari Perkumpulan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
Ketika Tjandra Sridjaja hendak menjelaskan terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan salah satu penasehat hukum terdakwa, saksi dipaksa untuk menjawab ada atau tidak pernyataan tertulis yang dibuat terdakwa Liliana Herawati terkait pengunduran dirinya dari perkumpulan.
"Saya jawab ada. Namun Yang Mulia saya minta penasehat hukum terdakwa ini jangan sembrono dalam bertanya, baca dulu Anggaran Rumah Tangga (ART) Perkumpulan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia," hardik Tjandra Sridjaja sambil menahan emosi.
Dalam ART pasal 3, sambung Tjandra, penasehat hukum baca dulu, jangan dipotong-potong. Kalau penasehat hukum mau pernyataan secara tertulis, itu sebagaimana tertuang dalam notulen rapat dan ada tanda tangan terdakwa.
Melihat adanya perdebatan antara saksi dengan salah satu penasehat hukum terdakwa, hakim Ojo Sumarna berusaha menengahi.
Dalam penjelasannya, mempelajari pernyataan saksi terkait pernyataan terdakwa Liliana Herawati telah mengundurkan diri secara tertulis, Hakim Ojo Sumarna menyampaikan, bahwa berdasarkan pemahaman yang diketahui saksi bahwa ikhwal pengunduran diri terdakwa Liliana Herawati secara tertulis itu diawali dengan pernyataan sebagaimana termuat dalam notulen rapat dan ada tanda tangan terdakwa.
Hakim Ojo Sumarna kembali menjelaskan kepada tim penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati, apabila yang disampaikan saksi ini benar atau tidak sebagai pernyataan tertulis yang telah disampaikan terdakwa, silahkan kepada tim penasehat hukum terdakwa untuk menanggapinya dalam nota pembelaan atau pledoi.
Upaya Tjandra Sridjaja untuk menceritakan sebuah fakta yang berkaitan dengan perkara ini langsung dipotong salah satu penasehat hukum terdakwa.
Hal itu terlihat ketika Tjandra Sridjaja hendak menjelaskan tentang bunyi pasal 3 ART Perkumpulan.
Saat Tjandra Sridjaja baru mulai membaca isi pasal 3 ART yang menyatakan bahwa apabila terjadi pelanggaran, salah satu penasehat hukum terdakwa ini mengajukan intrupsi kepada majelis hakim.
"Mohon ijin majelis. Kami mau mengajukan pertanyaan. Dari kami sudah cukup mengajukan pertanyaan dan sudah dijawab saksi sehingga kami tidak butuh penjelasan lebih lanjut," kata salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati, memotong penjelasan saksi Tjandra Sridjaja saat membacakan isi pasal 3 ART.
Penasehat hukum terdakwa kemudian bertanya ke saksi terkait pernyataannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Berdasarkan penjelasan saksi sebagaimana tertuang di BAP, penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati ini pun mengutip isi pernyataan Tjandra Sridjaja sebagaimana diterangkan di BAP.
"Coba saksi jelaskan, pernyataan anda ini apa maksudnya. Alasan Liliana Herawati tidak pernah mengundurkan diri, ada upaya yang hendak dilakukan terdakwa untuk ingin kembali dan atau dapat merampas atau menguasai dana hasil kerja perkumpulan. Bisa saksi jelaskan tentang isi BAP ini, apa maksudnya?," tanya salah satu penasehat hukum terdakwa.
Mendapat pertanyaan itu, Tjandra Sridjaja kemudian menyatakan dari sinilah adanya mens rea yang dilakukan terdakwa Liliana Herawati.
Terkait adanya mens rea itu, Tjandra Sridjaja menjelaskan, begitu terdakwa menyatakan mengundurkan diri pada tahun 2020, tidak ada masalah.
"Bahkan tiap bulan, uang bulanan untuk terdakwa tetap dikirimkan kepadanya untuk membantu administrasi," kata Tjandra Sridjaja.
Jawaban Tjandra Sridjaja yang belum tuntas ini kembali dipotong salah satu penasehat hukum terdakwa yang mengajukan pertanyaan.
Tjandra Sridjaja terlihat geram dan menghardik salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati yang telah memotong penjelasannya tersebut.
Kepada penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati tersebut, secara tegas Tjandra mengatakan bahwa penjelasannya itu akan disertai bukti, bahwa benar ada mens rea yang dilakukan terdakwa untuk mengambil uang-uang yang dikelola Perkumpulan.
Atas tindakan salah satu penasehat hukum terdakwa yang langsung memotong penjelasan saksi ini, juga mendapat tanggapan Jaksa Darwis, jaksa yang ditunjuk sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Penuntut Umum bahkan mengingatkan salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati supaya mendengar penjelasan saksi secara utuh dan tidak memotongnya karena saksi hendak menjelaskannya secara lengkap.
Hakim Ojo Sumarna yang berusaha hendak menengahi, juga langsung dipotong oleh salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati itu. Bahkan, kepada hakim Ojo, salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati itu menyatakan sudah cukup apa yang telah diterangkan saksi ini dan tidak perlu untuk diteruskan.
Ketika saksi Tjandra Sridjaja menawarkan kembali hendak membuktikan adanya mens rea yang dilakukan terdakwa Liliana Herawati, salah satu penasehat hukum terdakwa ini menolak keinginan Tjandra Sridjaja dan kembali mengatakan sudah cukup apa yang telah dijelaskan saksi Tjandra Sridjaja.
Amarah Tjandra Sridjaja kembali terdengar ketika ia ingin menjelaskan tentang pertanyaan penasehat hukum terdakwa yang lain mengenai apakah hasil notulen rapat tanggal 7 Nopember 2019 merupakan keputusan hasil rapat.
Ketika saksi Tjandra Sridjaja menjawab bahwa notulen rapat saat itu merupakan kehendak terdakwa tiba-tiba Supriyono salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati memotong penjelasan saksi.
Merasa kesempatannya untuk menjelaskan pertanyaan yang dilontarkan kepadanya tersebut dipotong tiba-tiba, Tjandra Sridjaja kembali geram.
"Anda jangan mengarahkan jawaban saya. Itu kehendak daripada terdakwa. Notulen rapat (waktu) itu menyatakan kehendak terdakwa untuk mengundurkan diri," papar Tjandra Sridjaja sambil menahan amarahnya.
Dan saya minta, lanjut Tjandra Sridjaja, satu sampai dua hari (kepada terdakwa) untuk dipertimbangkan.
Notulen rapat itu adalah catatan keputusan hasil rapat yang menyangkut kehendak terdakwa Liliana Herawati.
Perdebatan sengit kembali terjadi diruang sidang ketika tim penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati mempermasalahkan WhatsApp antara Liliana Herawati dengan Erick Sastrodikoro tanggal 11 Nopember 2019.
Menurut penjelasan penasehat hukum terdakwa, bahwa di WA itu merupakan satu kesatuan, apalagi di dalam WA itu ada kata Dan.
Menanggapi pernyataan salah satu penasehat hukum terdakwa ini, Tjandra Sridjaja menilai bahwa penasehat hukum terdakwa itu tidak jujur karena tidak membaca isi WA terdakwa kepada Erick Sastrodikoro secara lengkap, begitu juga dengan adanya WA balasan dari Erick Sastrodikoro satu hari kemudian yaitu tanggal 12 Nopember 2024.
Berkaitan dengan notulen rapat tanggal 7 Nopember 2019 yang masih dipermasalahkan tim penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati, saksi Tjandra Sridjaja menjabarkan bahwa hasil notulen rapat itu menghasilkan keputusan pertama nama perkumpulan diganti, dua alternatif Kaicho mengundurkan diri dan ketiga Shihan Tjandra Sridjaja berhenti dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
"Artinya apa, ini adalah alternatif bukan komulatif," papar saksi Tjandra Sridjaja dimuka persidangan.
Meski telah diterangkan secara gamblang, penasehat hukum terdakwa masih belum dapat menerima penjelasan itu. Salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati ini tetap bersikukuh bahwa tidak ada statement tertulis dari terdakwa Liliana Herawati mengenai pengunduran dirinya, baik secara akta sebagaimana disebutkan dalam akta nomer 16, isi WA tanggal 11 maupun notulen rapat tanggal 7 Nopember 2019.
Mengenai adanya mens rea terdakwa Liliana Herawati, penuntut umum kemudian meminta kepada saksi untuk menjabarkan apa saja mens rea yang dimaksud, berkaitan dengan adanya akta nomer 8 tanggal 6 Juni 2022.
Sebelum menjawab pertanyaan penuntut umum, saksi Tjandra Sridjaja meminta supaya diijinkan menunjukkan sejumlah pesan singkat melalui WA.
Salah satu isi WA yang diperlihatkan saksi Tjandra Sridjaja dihadapan majelis hakim adalah adanya WA dari penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati kemudian WA itu diteruskan saksi ke terdakwa Liliana Herawati.
Usai memperlihatkan adanya WA dari kuasa hukum terdakwa Liliana Herawati, saksi Tjandra Sridjaja mengatakan bahwa ketika itu ada permintaan sejumlah uang.
Lebih lanjut saksi Tjandra Sridjaja mengatakan, setelah terdakwa Liliana Herawati mengetahui dari Erick Sastrodikoro di akhir 2021 bahwa perkumpulan berhasil menghimpun dana hingga Rp. 7,9 miliar, menurut Tjandra Sridjaja disinilah mulai timbul masalah.
"Kemudian muncul seseorang yang mengaku mendapat kuasa, meminta uang itu sebab uang tersebut akan dibelikan tanah yang lokasinya didepan Dojo," ungkap Tjandra Sridjaja.
Terhadap adanya permintaan uang ini, lanjut Tjandra, kemudian diberitahukan ke Bambang Irwanto dan Bambang Irwanto tidak setuju.
Karena permintaan itu dirasa sulit dan tidak bisa dilaksanakan, orang yang mengaku dikasih kuasa tersebut lalu meminta supaya uang-uang tersebut ditransferkan ke rekening Liliana Herawati.
Tjandra Sridjaja kembali menjelaskan, dalam WA nya kepada orang itu dijelaskan bahwa itu tidak ada hubungannya dengan perguruan, tidak ada hubungannya dengan jabatan Kaico Liliana Herawati pribadi.
"Kalau saya tidak mau mengirim uang, nama saya akan dirusak. Kepada orang itu kemudian saya jelaskan bahwa saya bukan lagi sebagai ketua umum. Saya juga tidak punya, tidak berhak speciment tanda tangan dan uang itu milik perkumpulan. Saya tidak bisa mengeluarkan," kata Tjandra didalam persidangan, menanggapi permintaan orang yang diberi kuasa tersebut.
Bukannya mengerti posisi Tjandra Sridjaja setelah mendapat penjelasan, orang yang mengaku diberi kuasa ini tetap memaksa dengan alasan bahwa Tjandra Sridjaja masih punya otoritasi untuk tanda tangan, memerintahkan transfer dana.
Masih menurut penjelasan Tjandra Sridjaja dimuka persidangan, orang itu tetap memaksa supaya Tjandra Sridjaja untuk tanda tangan dan segera mengirimkan uang tersebut kemudian ke rekening yayasan.
Karena tidak mau menuruti permintaan orang itu, Tjandra kembali menjelaskan, bahwa setelah itu nama baiknya benar dirusak melalui media-media online, diberi keterangan yang tidak benar.
Meski telah menjelaskan tentang adanya mens rea dimuka persidangan, penasehat hukum terdakwa yang lain mengaku tidak paham dengan penjelasan saksi ini sehingga penasehat hukum meminta kepada penuntut umum supaya menjelaskan terlebih dahulu apa maksud dari mens rea itu, dan bagaimana mens rea itu.
Berkaitan dengan masalah mens rea itu, akhirnya terjadi perdebatan antara penasehat hukum terdakwa dengan penuntut umum dimuka persidangan.
Menanggapi permintaan salah satu penasehat hukum terdakwa ini, penuntut umum kembali meminta penjelasan ke saksi tentang adanya uang CSR dan yang dikelola perkumpulan yang jumlahnya mencapai Rp. 7,9 miliar hingga akhirnya adanya laporan polisi dan menempatkan pasal 372 KUHP dan pasal 378 KUHP.
Usai mendengar penjelasan penuntut umum, saksi Tjandra Sridjaja mengatakan, bahwa inti dari adanya laporan polisi tersebut adalah andaikata uang sebesar Rp. 7,9 miliar tersebut diserahkan ke terdakwa, maka perkara dianggap selesai, tidak ada laporan.
Kemudian, didalam persidangan ini, Tjandra Sridjaja mengatakan bahwa ia pernah berkirim pesan Wa ke terdakwa untuk menjelaskan bahwa jika memang ingin meminta uang yang dikelola perkumpulan itu, mintalah secara baik-baik ke perkumpulan. Tjandra mengaku sampai berkirim pesan WA ke terdakwa Liliana Herawati sampai lebih dua kali sesuai bukti WA.
Editor : Ali Masduki