get app
inews
Aa Text
Read Next : Ribuan Guru dan Tenaga Kependidikan Jombang Tingkatkan Kompetensi, Ini yang Dilakukan

Tak Terima Jadi Tersangka, Anak Kiai Pencabul Santriwati Gugat Pra Peradilan

Kamis, 20 Januari 2022 | 19:14 WIB
header img
MSAT mengajukan gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Jombang. 

JOMBANG, iNews.id – Kasus pencabulan santriwati dengan tersangka MSAT anak kiai Jombang berbuntut panjang. MSAT mengajukan gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Jombang. 

Sidang gugatan pra peradilan yang dimohonkan oleh MSAT, anak kiai sebuah pondok pesantren yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan santriwati digelar di PN Jombang, Kamis (20)01/2022).

Dalam perlawanan hukum praperadilan ini, MSAT melalui kuasa hukumnya menggugat Polres Jombang, Kejaksaan Negeri Jombang, Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jatim untuk membuktikan sah tidaknya status tersangka yang ditetapkan pada dirinya.

Sidang dengan agenda pembacaan gugatan ini dihadiri perwakilan para tergugat, yakni dari Kejaksaan Negeri Jombang, Mujib Syaris, Kejati Jatim, Sulistiono, kemudian dari Polres Jombang dan Polda Jatim diwakili Bidang Hukum Polda Jatim, Rahmad dan Ponirah.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Dodik Setyo Wijayanto, Kuasa Hukum MSAT, Deny Hariyatna dan Rio Ramabaskara membacakan permohonan praperadilan terhadap penetapan kiennya sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP atau Pasal 294 KUHP oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Jombang. “Penetapan tersangka terhadap MSAT harus dibatalan,” katanya.

Ia berdalih, dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, penetapan tersangka dalam hukum acara pidana harus berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.

“Kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),” ujarnya.

Deny menuturkan, berangkat dari isi KUHAP yang menganut prinsip acusatoir di mana tersangka diperlakukan sebagai subjek bukan objek. “Mahkamah Konstitusi telah mempertimbangkan dalam putusannya tersebut bahwa ‘menyertakan pemeriksaan calon tersangka di samping minimum dua alat bukti tersebut di atas, adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang,” beber dia.

Menurut Deny, pemohon (MSAT) tidak pernah diminta keterangan dan tidak dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang disangkakan kepada Pemohon. “Tindakan Termohon I (Polres Jombang) tersebut adalah tindakan yang tidak sah, dan penetapan tersangka terhadap diri pemohon harus dibatalkan,” katanya.

Alasan lainnya, lanjut Deny, pemohon mengetahui dirinya sebagai tersangka saat menerima Surat Panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon I sebagaimana Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/175/XI/RES. 1.24./2019 Satreskrim, tertanggal 25 November 2019. Dalam surat itu pemohon diminta hadir pada 28 November 2019 guna diminta keterangannya sebagai Tersangka atas dugaan tindak pidana Pasal 285 KUHP atau Pasal 294 KUHP sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LPB/392/X/RES.1.24/2019/JATIM.RES.JBG tanggal 29 Oktober 2019.

“Padahal, berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan KUHAP, Polisi selaku penyidik dan penyelidik memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan. Namun demikian proses penyelidikan atas Laporan Polisi tersebut tidak dilakukan secara objektif karena tidak meminta keterangan Pemohon selaku Terlapor,” ujarnya.

Deny menegaskan, dengan tidak pernah dimintakan keterangan dalam proses penyelidikan atas diri Pemohon, maka dapat dikatakan bahwa Termohon I tidak menerapkan asas due process of law dalam penyidikan perkara pidana yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.

“Untuk itu patut dinyatakan cacat hukum karena tidak mengacu asas objektivitas dan transparansi serta melanggar hak asasi manusia, sehingga Penetapan Tersangka harus dibatalkan,” katanya.

Usai kuasa hukum MSAT membacakan permohonan, Hakim Dodik Setyo Wijayanto menyampaikan susunan  jadwal sidang berikutnya. Mulai dari besok dengan agenda jawaban para termohon sampai tanggal 31 Januari 2022 dengan agenda putusan praperadilan.

Kemudian hakim praperadilan menyusun jadwal sidang berikutnya. Mulai dari besok dengan agenda jawaban para termohon sampai tanggal 31 Januari 2022 dengan agenda putusan praperadilan.

“Sidang ini akan diputuskan selama tujuh hari kerja terhitung mulai Jumat besok. Perkara ini diputuskan paling lambat 31 Januari 2022. Namun demikian, bisa lebih cepat dari jadwal persidangan yang sudah ditentukan, tergantung dari pemohon dan termohon,” katanya.

Hakim mengakhiri sidang pukul 10.47 WIB. Sesuai sidang perdana ini, Kuasa hukum Polda Jatim dan Polres Jombang Rahmad Hardadi menyampaikan akan memberikan jawaban pada sidang besok. “Kita sudah siapkan jawaban. Sesuai jadwal sidang, kita bacakan Jumat besok,”  singkatnya di halaman PN Surabaya.

Sebelumnya, pada Desember 2021 lalu, MSAT telah melakukan gugatan praperadilan di PN Surabaya untuk menguji sah tidaknya status tersangka yang disandangnya. Saat itu yang menjadi pihak tergugat/termohon adalah Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi. Pada 16 Desember hakim tunggal praperadilan PN Surabaya Martin Ginting menyatakan bahwa gugatan yang diajukan MSAT seluruhnya tidak bisa diterima.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut