SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Airlangga Pribadi, mendorong partai-partai agar semakin demokratis dan reformis.
Dia menyoroti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang ternyata sangat otoriter dan diktator dalam skema kepengurusannya.
Sorotan doktor alumnus Murdoch University, Australia, tersebut, adalah kekuasaan Dewan Pembina di PSI. Struktur Dewan Pembina di PSI cenderung “militeristik” yang bisa membatalkan keputusan pada tingkat apapun.
Hal ini tidak sesuai dengan persepsi dan citra yang dibangun selama ini. Airlangga menyebut, satu catatan kritis dari PSI adalah ada semacam keterbelahan karakter. Ibarat dalam kajian psikologi, ada split personality dalam entitas PSI.
“Ini terkait Ketua Dewan Pembina PSI dapat merangkap berbagai jabatan sebagai Ketua Umum, Sekjen, Ketua Dewan Pertimbangan Nasional , Ketua Dewan Pakar Nasional dan DPP. Artinya apa? Dalam kelembagaan internal jejak otoritarianisme warisan Orde Baru tampak melekat dalam partai tersebut,” ujar Airlangga, Jumat (8/9/2023).
Jejak-jejak warisan otoritarianisme dalam tubuh PSI, kata Airlangga, berkonsekuensi cukup panjang dalam mendegradasi nilai-nilai demokratis yang selalu ditunjukkan PSI di “panggung depan” politiknya.
“Dengan kekuasaan dewan pembina yang luar biasa, maka Dewan Pembina yang militeristik ini bisa membatalkan keputusan dari tingkat yang ada di bawahnya,” kritik Airlangga.
Airlangga menambahkan, dalam dinamika politik, PSI mengalami semacam keterbelahan antara kesadaran wacana dan kesadaran praktis.
Di satu sisi, dalam tataran wacana, menekankan pada nilai-nilai politik republikanisme seperti tertera dalam AD/ART-nya.
Namun misalnya saat ada isu liar beberapa waktu lalu terkait wacana 3 periode maupun perpanjangan masa jabatan presiden, PSI bungkam dan tidak menunjukkan keteguhan sikapnya.
“Di sini kembali kita bisa menyaksikan keterbelahan politik dari PSI,” ujarnya
Editor : Ali Masduki