Demas Brian juga menyoroti Ketua MK Anwar Usman yang memiliki hubungan kekeluargan dengan keluarga Presiden Jokowi.
Menurutnya, apabila ternyata dapat diduga adanya potensi keterkaitan hubungan keluarga atau terbukti memihak/tidak dapat objektif dengan suatu perkara, maka hakim MK dapat dilarang ikut menyidangkan perkara.
Hal itu diatur pada angka 5 yang menyebutkan bahwa Hakim konstitusi kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara, apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini:
a. Hakim konstitusi tersebut nyata-nyata mempunyai prasangka terhadap salah satu pihak; dan/atau
b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan.
"Terkait persoalan tersebut kita harus objektif melihatnya dan yang berwenang menyatakan hakim MK terbukti melakukan pelanggaran etik atau tidak ialah majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi berdasarkan peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 10 Tahun 2006," papar dia.
Pada pasal 13 dinyatakan siapapun boleh melaporkan kepada Mahkamah Konstitusi secara tertulis dengan alat bukti yang cukup.
"Sehingga masyarakat sebaiknya tidak perlu membangun opini liar. Jika memang memiliki bukti sebaiknya laporkan saja kepada Mahkamah Konstitusi," imbau dia.
Apabila adanya laporan pelanggaran etik, lanjutnya, sudah diatur dalam pasal 2 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi akan membentuk majelis kehormatan maksimal 14 hari setelah menerima pelaporan dugaan kode etik hakim.
"Bahkan berdasarakan Pasal 6, majelis kehormatan juga diberikan kewenangan penjatuhan sanksi atas pelanggaran etik yang dilakukan hakim MK," pungkas Demas Brian.
Editor : Ali Masduki