SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya), Marianus Gaharpung menyebut, homo homini lupus (manusia serigala bagi sesamanya) dalam dunia perpolitikan tanah air saat ini sangat terang benderang dipertontonkan.
Ia bilang, politik memang keras, sadis bahkan terkadang tidak bermoral dan berperikemanusiaan. Teman bisa saling "makan" apalagi lawan.
"Benar kata orang dalam berpolitik tidak ada teman dan lawan abadi. Yang ada hanya kepentingan abadi. Dengan kata lain, dalam politik tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada teman yang selamanya," katanya.
Marianus mengungkapkan, deklarasi Anies-Cak Imin yang dilakukan di Hotel Majapahit, Surabaya, pada Sabtu (2/9/2023). Bacapres dari Partai NasDem Anies Baswedan dan bacawapres sekaligus Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin resmi sebagai pasangan pertama menjelang pilpres 2024 untuk merebut kursi RI1 dan RI2.
Deklarasi itu tampak dihadiri oleh Ketum Partai NasDem Surya Paloh hingga Waketum NasDem Ahmad Ali. Sementara itu, hadir pula Sekjen PKB Hasanuddin Wahid.
Menurut Marianus, peristiwa politik yang dipertontonkan Partai Nasdem dan PKB di Hotel Majapahit semakin membuktikan bahwa setiap detik bisa saja berubah. Sehingga wajar saja publik meyakini partai-partai politik tanah air sudah mengalami degradasi moral politik.
"Saat ini bukan lagi demi kemaslahatan kebaikan bersama. Melainkan kepentingan pribadi dan kelompok yang diutamakan," tuturnya.
"Dengan peristiwa politik di Hotel Majapahit Sabtu kemarin, pertanyaannya apakah benar bahwa hakikat mendirikan partai politik untuk kesejahteraan rakyat atau sebaliknya merebut dan membagikan kekuasaan itu kepada pribadi per pribadi serta kelompok kepentingan? Jika demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, mengapa korupsi masih merajalela di seputar menteri, gubernur, bupati walikota, anggota dewan pusat hingga daerah?" tanya Marianus.
"Jadi kalau sikap Anies Baswedan dengan "tamparan" politik terhadap Agus Harimurti Yudhoyono menjelang pilpres 2024 adalah hal yang wajar -wajar saja," lanjut Marianus.
Ia mengatakan, hal yang demikian pun bisa saja terjadi besok, lusa, minggu depan, atau bulan depan pada oknum-oknum petinggi partai lain adalah sesuatu yang lumrah untuk merebut kekuasaan.
Momen menjelang pilres 2024 adalah bagaimana strategi mematikan kawan jika memang harus dimatikan dan bagaimana merayu lawan demi satu tujuan bersama untuk merebut kekuasaan.
"Memang, ada orang yang betul-betul setia dan tulus berteman. Tanpa pertimbangan dan bebas dari kepentingan. Tetapi, menjelang pilpres 2024, kebanyakan berteman hanya karena situasi dan kepentingan tertentu. Berteman karena kepentingan sangat familiar terjadi di dunia politik," ungkapnya.
Marianus melanjutkan, banyak orang mengatakan jika relasi dalam di dunia politik itu tidak ada teman abadi. Tidak heran beberapa waktu lalu banyak politikus yang lompat dari satu parpol ke parpol lainnya. Karena motif utamanya adalah faktor sedapnya kekuasaan.
Dalam minggu ini, Partai Demokrat mendapat "tamparan" politik yang sangat dahsyat dari Nasdem dan PKB. Pada moment yang sama pula PKB menjatuhkan "talak" politik terhadap Perindo, Golkar, serta PAN.
Kemesraan berpolitik ternyata begitu cepat berlalu. Sehingga, masyarakat terutama kaum milenial yang secara alamiah akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini ke depan bertanya dalam sanubarinya dimana "doktrin" nilai- nilai politik praktis yang santun, beradab, bermoral dan penuh kejujuran yang dapat dihibahkan kepada generasi milenial?
Protret buram perpolitikan tanah air yang sarat dengan intrik pribadi, kelompok, penuh ketidakjujuran serta keegoisan akan terus tumbuh subur dan menjadi warisan nyata bagi generasi milenial.
"Pemimpin dan pengurus parpol wajib bertanggung jawab atas turbelensi moral politik saat ini," tutup Marianus.
Editor : Ali Masduki