RAJA AMPAT, iNews.id - Bertugas di pulau terpencil bukan perkara mudah. Apalagi di pulau-pulau yang ada Provinsi Papua. Mendengar nama Papua saja, sebagian orang bakal membayangkan yang tidak-tidak. Maklum saja, selama ini banyak cerita-cerita tentang Papua yang membuat orang kawatir.
Padahal, jika sudah menginjakkan kaki di tanah Papua, cerita tersebut sama sekali tidak benar. Bahkan membuat para pendatang atau sekedar menjalankan tugas pengabdian betah.
Seperti cerita Ester Verawaty Sepnita. Dokter gigi dari program Nusantara Sehat (NS) yang sudah menjalani pengabdian selama 7 bulan di Papua.
Tepatnya di Puskesmas Waisilip, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
Ester bercerita, pada awalnya ia sempat berpikir bahwa hidup di pulau terpencil sangat susah. Namun sesampainya di Papua, Ester justru bisa menikmati tugas mulianya.
"Tidak seburuk seperti dipikirkan. Awalnya terlihat susah hidupnya. Namun sesampainya disini, ternyata tidak seburuk itu juga sih. Masyarakatnya juga baik-baik," tuturnya saat ditemui iNewsSurabaya, di Puskesmas Waisilip, Sabtu (22/01/2022).
Alumnus Universitas Sumatera Utara (USU) ini mengungkapkan, masyarakat di wilayah tugasnya yang tersebar disejumlah kampung, memiliki kesadaran kerjasama yang tinggi. Sebagai dokter Puskesmas Distrik, ia bersama tim rutin melakukan pelayanan pemeriksaan kesehatan keliling dari satu pulau ke pulau, dari satu kampung ke kampung lain diwilayah kerjanya.
Para kader kesehatan masyarakat, kata dia sudah mempersiapkan kebutuhan dan mengingatkan warga agar tidak melewatkan jadwal periksa.
Pelayanan kelilin itu, lanjutnya, agar masyarakat yang berada di kampung terjauh bisa mendapatkan layanan kesehatan. "Karena tidak mungkin pasien datang kesini. Kan membutuhkan bensin cukup banyak. Jadi kami yang kesana melayani masyarakat di balai kampung. Disana kita sudah punya kader, sehingga masyarakat sudah tahu," terangnya.
Ditanya soal kesehatan gigi masyarakat Papua yang konon giginya kuat lantaran kebiasaan mengunyah pinang dan sirih, Ester menuturkan, bahwa hal itu menjadi pekerjaan panjang bagi para tenaga kesehatan, terutama dokter gigi.
Kenapa? dokter cantik itu menjelaskan, bahwa tidak ada korelasinya antara nginang dan kekuatan gigi. Bahkan, nginang malah memiliki efek samping yang berbahaya.
"Dalam penelitian, nginang memiliki efek samping seperti kanker mulut. Merah-merah sisa nginang bisa menyebabkan penumpukan plak di gigi, sisa makanan lebih mudah menempel," tuturnya.
Kemudian dari sisi kekuatan gigi yang selama ini diyakini, ternyata juga tidak terbukti. "Sebenarnya jurnalnya tidak sih, malah menyebabkan resesi. Bisa juga erusi karena asam," imbuhnya.
Karena nginang sudah menjadi kebiasaan turun menurun di masyarakat Papua, maka edukasi harus dilakukan dengan cara halus. Pendekatan secara persuasif juga harus dilakukan agar bisa diterima.
"Nginang itu sudah menjadi tradisi. Sehingga harus pelan-pelan melakukan edukasi tentang efek samping nginang," tandasnya.
Alumni USU lulus 2020. disini sudah 7 bulan program Nusantara Sehat. kontrak selama 2 tahun. setelah itu kalau tim bisa lanjut ke individu sesuai batas usia yang ditentukan.
Sesuai program dari pemerintah, drg. Ester Verawaty Sepnita sendiri akan mengabdikan diri di pulau terpencil ini hingga habis masa kontrak selama dua tahun.
Diketahui, Nusantara Sehat merupakan upaya kesehatan terintegrasi mencakup aspek preventif, promotif, dan kuratif melalui penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim dengan jumlah dan jenis tertentu.
Program Nusantara Sehat ini dilaksanakan guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan di daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTKP) serta daerah Bermasalah Kesehatan (DBK).
Program ini bertujuan mewujudkan layanan kesehatan primer yang dapat dijangkau oleh setiap anggota masyarakat, terutama oleh mereka yang berada di wilayah-wilayah terpencil di berbagai pelosok Nusantara. Untuk itu, penguatan layanan kesehatan berbasis tim tenaga kesehatan.
Tim program NS ini adalah para tenaga profesional kesehatan dengan latar belakang medis seperti dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian.
Peserta NS harus bersedia ditempatkan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) serta Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) di seluruh wilayah Indonesia selama 2 (dua) tahun.
Editor : Ali Masduki