Dian mengungkapkan, motif helai merupakan koleksi Shiroshima Indonesia yang dikeluarkan beberapa waktu lalu. Motif ini berupa daun ginko yang sudah ada sejak puluhan ribu tahun lalu. Motif ini pun membawa makna tersendiri.
“Daun ginko itu daun yang survival. Jadi, kami membawa konsep ini dengan pesan agar manusia bisa bertahan di segala situasi. Kami ingin pemakai motif helai juga bisa mendapatkan spirit yang sama,” papar Dian.
Shiroshima juga masih konsisten dengan konsep all size untuk semua produk yang dipasarkan, dengan tujuan menjaga keberlanjutan sehingga bisa digunakan konsumen untuk semua ukuran. Selain itu, bahan yang digunakan berasal dari serat alam dan menghadirkan warna-warna natural.
Menurut Dian, dari pameran ini, ia bisa melihat ada potensi besar untuk memasuki pasar fesyen Hong Kong. Tak sedikit yang terkesima dengan produk-produk Shiroshima yang masih mempertahankan karya buatan tangan alias handmade. Sementara, di Hong Kong sebagian besar diproduksi oleh mesin.
“Ada dua retail store yang berminat untuk kerja sama, dan ada juga yang ingin desain khusus untuk dipasarkan di Hong Kong. Beberapa juga menjajaki kerja sama dengan Shiroshima,” ujar Dian.
Sebelumnya, pada Agustus lalu, Shiroshima Indonesia, dengan dukungan SETC dan Sampoerna, juga berpartisipasi dalam gelaran Wiki Export 2023 yang berlangsung di Jepang. Wiki Export 2023 merupakan gelaran Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan Japanese Trade Organization (Jetro).
Sama halnya seperti di Jepang, kesempatan mengikuti Centerstage Asia’s Fashion Spotlight 2023 ini dinilai Dian sangat penting dan membuka pintu peluang ekspor, serta membaca peluang serta target pasar di negara tersebut.
Ia mengungkapkan, Indonesia kaya dengan produk-produk fesyennya, akan tetapi masih perlu dukungan untuk kesempatan ke pasar global dan meningkatkan pengemasan produk. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah maupun perusahaan-perusahaan melalui corporate social responsibility seperti yang dilakukan Sampoerna, bisa membantu UMKM untuk “naik kelas.
Dian menyarankan, ke depannya, ada klasifikasi UMKM sehingga bisa memberikan pembekalan dan pelatihan yang sesuai dengan level dan kebutuhan masing-masing.
“Harus ada leveling, untuk UMKM yang sudah lebih berkembang dan UMKM pemula, kebutuhannya seperti apa. Untuk pembelajaran wastra/kain tradisional Indonesia, kemudian bagaimana pengembangan desain, branding, bagaimana manage man power, bagaimana jualan di tingkat nasional. Bagaimana berinteraksi untuk ekspor, dan lain-lain,” kata Dian.
Editor : Arif Ardliyanto