Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dirancang oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian dinobatkan sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono I. Nagari Yogyakarta diakui sebagai sebuah negara sejak lama oleh dunia hingga kemudian bergabung dengan Indonesia.
Ngayogyakarta sekarang berusia sudah lebih dari 250 tahun alias 2,5 abad. Keraton berdiri 1755 dan berdiri sebagai negara sendiri.
Pada 18 Agustus 1945 masa kemerdekaan, Nagari Yogyakarta bergabung dengan Indonesia. Soekarno-Hatta menyatakan bahwa Yogyakarta menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 5 September 1945.
Keraton Yogyakarta memiliki sister province dan sister city kurang lebih dengan 17 negara. Termasuk baru-baru ini mendapat kunjungan silaturahmi Kaisar Jepang. Yogya dan Jepang memiliki hubungan bilateral sejak dulu kala. Jauh sebelum bergabung dengan Indonesia.
Kini Yogyakarta telah menjadi bagian Republik Indonesia dengan keragaman dan kekayaan budaya. Tetap lestari dan abadi.
Pada September 2023, UNESCO bahkan telah menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia dalam Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committe (WHC) di Riyadh, Arab Saudi, Senin (18/9) malam waktu Indonesia.
Sumbu Filosofi Yogyakarta sah diterima sepenuhnya tanpa sanggahan menjadi Warisan Budaya Dunia sesuai dokumen penetapan WHC 2345.COM 8B.39.
Sumbu Filosofi Yogyakarta diakui sebagai warisan dunia bertajuk “The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks”. Sumbu Filosofi Yogyakarta dinilai memiliki arti penting secara universal.
Pembangunan Yogyakarta pertama kali dirancang oleh Sultan Hamengku Buwono I dengan landasan filosofi yang sangat tinggi. Sultan Hamengku Buwono I menata Kota Yogyakarta secara membentang dari arah utara ke selatan dengan membangun Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.
Selain itu, Sultan juga mendirikan Tugu Golong-gilig (Pal Putih) dari sisi utara keraton dan Panggung Krapyak di sisi selatannya.
Dari ketiga titik tersebut, apabila ditarik garis lurus, akan membentuk sumbu imajiner atau yang dikenal dengan Sumbu Filosofi Yogyakarta.
GKR Mangkubumi menuturkan, Sumbu Filosofi Ngayogyakarta terdiri beberapa titik. Pertama, monumen berupa tugu. Memiliki makna bahwa sebagai manusia tidak boleh lupa akan Tuhan. Tugu bukan hanya sekadar bundaran jalan di tengah kota.
Sementara Keraton adalah tempat pemerintahan berlangsung dan bangunan panggung rakyat di bagian belakang merupakan simbol bahwa masyarakat di dalamnya adalah masyarakat religius. Ujung dari semua pilar itu bermuara di Gunung Merapi dan titik selatan adalah pantai selatan.
Pada kesempatan ini, GKR Mangkubumi juga banyak bercerita tentang masa kecilnya di lingkungan keraton. Terutama adat di dalamnya.
GKR Mangkubumi mengaku numpang lahir di Ciawi Bogor. Pada waktu itu, ibu GKR Mangkubumi menemani sang ayah bertugas. Karena ia merupakan satu-satunya anak perempuan dari tujuh bersaudara. GKR Mangkubumi lahir pada tahun 1972.
Pada usia enam tahun, GKR Mangkubumi tinggal di luar keraton. Pada tahun 1988, ayahnya dinobatkan sebagai pengganti kakaknya. Kemudian GKR Mangkubumi baru tinggal di keraton.
"Dahulu, budaya-budaya keraton sangat tertutup. Tapi dengan perkembangan zaman kita ingin budaya kita diwartakan untuk pendidikan, kebetulan adik saya yang nomor empat sekolah bidang IT dan kini mengelola media-media tentang keraton," ungkap GKR Mangkubumi.
Digitalisasi dan teknologi adalah sebuah keniscayaan. Namun, jangan sampai teknologi mengontrol kehidupan manusia. Demikian sekelumit pesan GKR Mangkubumi kepada para siswa siswi.
"Kita menggunakan teknologi untuk mempermudah namun jangan sampai kita dikuasai teknologi," ujarnya.
Ia masih memiliki mimpi besar agar DIY menjadi World Heritage. "Karena kita nggak kalah sama Eidenberg, kita nggak kalah sama Kyoto, kita nggak kalah sama Kazan di Rusia," katanya.
Yogyakarta adalah kawasan heritage atau bersejarah. GKR Mangkubumi berharap kawasan heritage ini jangan sampai hilang ditelan zaman. "Kalau sampai hilang, berarti kita juga akan kehilangan asal usul kita," tandasnya.
Editor : Ali Masduki