get app
inews
Aa Read Next : Pasar Ngawen Blora Terbakar Hebat, Ini Hasil Penyelidikan Polisi, Catut Lilin Milik Pedagang

Goa Sentono Blora, Saksi Bisu Adu Kesakitan Sunan Bonang dengan Blacak Ngilo, Sempat Penggal Orang

Minggu, 26 November 2023 | 06:29 WIB
header img
Goa Sentono di Blora, Jawa Tengah, bukan hanya destinasi wisata alam yang memukau, tetapi juga menyimpan kisah sejarah dan legenda yang memikat pengunjung. Foto iNewsSurabaya/ist

BLORA, iNewsSurabaya.id - Goa Sentono di Blora, Jawa Tengah, bukan hanya destinasi wisata alam yang memukau, tetapi juga menyimpan kisah sejarah dan legenda yang memikat pengunjung. Terletak di lembah Bengawan Solo, kecantikan Goa Sentono dan daya tarik sejarahnya menjadikannya cagar budaya tak terlewatkan di Blora.

Menurut Pemkab Blora, Dusun Sentono dahulu merupakan tempat padepokan Ki Blacak Ngilo yang terkenal. Ki Blacak Ngilo, pemimpin padepokan tersebut, mengajarkan berbagai ilmu, termasuk pertanian dan olah kanuragan, menciptakan kemajuan di daerah tersebut.

Namun, kejayaan berubah menjadi tirani ketika Ki Blacak Ngilo bertindak sewenang-wenang, memaksa warga memberikan hasil panen dan bahkan menuntut anak perempuan sebagai selir. Konflik mencapai puncaknya saat Sunan Bonang ikut campur, mengutus utusannya untuk menegur Blacak Ngilo.

Pertarungan epik antara Blacak Ngilo dan Sunan Bonang menciptakan legenda. Meskipun pertarungan berlangsung selama tujuh hari, Sunan Bonang berhasil mengalahkan Blacak Ngilo yang licik. Saat Blacak Ngilo mencoba melarikan diri ke perut bumi, Sunan Bonang mengejar hingga terjadi kejar-kejaran dalam tanah.

Hasilnya, Blacak Ngilo akhirnya mengakui kekalahannya. Tempat istirahatnya, yang disebut semende atau senderan, memberi nama pada Desa Menden. Goa Sentono sendiri terbentuk dari lubang-lubang bekas kejar-kejaran mereka, mengabadikan legenda ini sebagai warisan budaya yang patut dijaga.

Kisah ini menambah daya tarik unik Goa Sentono, memperkaya pengalaman wisatawan yang ingin menggali lebih dalam tentang sejarah dan mitos yang menyertainya.

Terletak di lembah Bengawan Solo, tepatnya di Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, keunikan dan kecantikan Goa Sentono menciptakan daya tarik yang membuat pengunjung penasaran untuk menggali lebih dalam tentang sejarahnya.

Hingga kini, cerita goa ini masih diperjuangkan oleh masyarakat sekitar, menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang patut dikunjungi.


Goa Sentono di Blora, Jawa Tengah, bukan hanya destinasi wisata alam yang memukau, tetapi juga menyimpan kisah sejarah dan legenda yang memikat pengunjung. Foto iNewsSurabaya/ist

Mengutip laman Pemkab Blora, di masa lampau, Dusun Sentono menjadi tempat berdirinya sebuah padepokan yang dipimpin oleh Ki Blacak Ngilo. Awalnya, padepokan ini begitu terkenal sehingga menarik perhatian banyak orang untuk datang ke Sentono guna menyantrik dan belajar dari Blacak Ngilo.

Dengan kebijaksanaan dan kearifannya, Blacak Ngilo mengajarkan berbagai ilmu kepada para pengikutnya, termasuk cara bercocok tanam, budi pekerti, spiritual dan olah kanuragan kepada masyarakat lokal.

Sentono, yang berlokasi di tepi aliran Sungai Bengawan Solo, menjadi daerah yang strategis untuk pertanian.

Tak heran jika Sentono dan sekitarnya mengalami kemajuan yang luar biasa. Bahkan, Blacak Ngilo dihormati oleh pengikutnya seolah-olah ia adalah seorang raja.

Namun, setelah waktu berlalu, sikap Ki Blacak Ngilo mengalami perubahan yang kurang baik dengan bertindak sewenang-wenang. Warga desa dipaksa untuk menyumbangkan lebih dari separuh hasil panen mereka.

Selain itu, Ki Blacak Ngilo juga memerintahkan agar setiap keluarga yang memiliki anak perempuan harus menyerahkannya sebagai selirnya.

Ketegangan merayap di kalangan masyarakat, terutama setiap malam bulan purnama, mereka diwajibkan menyediakan darah manusia sebagai tumbal untuk memperkuat kesaktiannya.

Tindakan yang tidak wajar itu terdengar oleh Raden Maulana Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang.

Sunan Bonang mengirim salah satu utusannya untuk menghadap Blacak Ngilo dengan pesan agar Blacak Ngilo menghentikan perilaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya, meninggalkan penyembahan berhala, dan mengikuti ajaran Islam dengan tulus dan benar.

Namun, setelah mendengar peringatan tersebut, Blacak Ngilo marah dan tanpa ampun, ia memenggal leher utusan Sunan Bonang hingga putus.

Tempat pemenggalan itu kemudian diabadikan sebagai sebuah desa yang dikenal sebagai Pangulu.

Nama Pangulu berasal dari kata 'Penggal Gulu' merujuk pada penggalan leher utusan Sunan Bonang. Desa ini terletak di wilayah Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Merasa dianggap remeh, Blacak Ngilo tidak terima. Ia mengirim surat tantangan kepada Sunan Bonang untuk menghadapi pertarungan adu kekuatan.

Sunan Bonang menyetujuinya, tetapi dengan beberapa syarat. Jika Sunan Bonang kalah, beliau bersedia menjadi pengikut Blacak Ngilo, dan sebaliknya, jika Blacak Ngilo kalah, ia harus meninggalkan semua perilaku buruknya dan memeluk Islam. Kedua belah pihak menyetujui persyaratan tersebut.

Pertarungan sengit pun dimulai. Kedua tokoh ini, sama-sama memiliki kekuatan yang luar biasa, dan pada hari pertama, hari kedua, bahkan hingga hari keenam, belum terlihat siapa yang kalah atau menang.

Namun, pada hari ketujuh, Blacak Ngilo mulai merasa kelelahan. Meskipun begitu, karena kesombongannya, ia enggan mengakui kehebatan Sunan Bonang.

Di saat seperti itu, Blacak Ngilo menggunakan akal liciknya untuk melarikan diri dari medan pertarungan. Dengan sisa-sisa kesaktiannya, Blacak Ngilo memasuki perut bumi untuk menghindar.

Sunan Bonang tidak mau kalah. Ia mengejar Blacak Ngilo hingga ke dalam perut bumi, dan akhirnya terjadi kejar-kejaran di dalam tanah.

Setiap kali Ki Sentono alias Blacak Ngilo muncul di permukaan tanah, Sunan Bonang selalu berada di belakangnya. Bahkan, saat Blacak Ngilo melarikan diri ke daerah Tuban (Jawa Timur), Sunan Bonang juga muncul di sana.

Setelah merasa kelelahan, Blacak Ngilo meminta Sunan Bonang untuk memberikan waktu istirahat. Permintaan tersebut dikabulkan oleh Sunan Bonang.

Tanpa menyia-nyiakan waktu, Blacak Ngilo mencari tempat untuk beristirahat, yang dalam bahasa Jawa disebut semende atau senderan. Tempat istirahat Blacak Ngilo inilah yang kemudian memberi nama pada Desa Menden, berasal dari kata semenden/senden.

Akhirnya, Blacak Ngilo mengakui kekalahannya dan bersedia memeluk agama Islam serta menjadi pengikut Sunan Bonang untuk menyebarkan ajaran Islam di wilayah Menden. Lubang-lubang dalam tanah bekas kejar-kejaran antara Sunan Bonang dan Blacak Ngilo meninggalkan bekas berupa goa.

Goa ini kemudian diberi nama Goa Sentono. Wilayah sekitar goa disebut Dusun Sentono, yang secara administratif masuk dalam wilayah Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut