BATU, iNewsSurabaya.id - Sebanyak 180 lurah dan kepala desa (kades) di Jawa Timur (Jatim) mengikuti Pelatihan Pra Paralegal Justice Award. Acara yang diadakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim Putaran I (Angkatan I, II, dan III) dilakukan di Balai Kota Among Tani Batu, Selasa (28/11/2023) malam.
Pelatihan ini sendiri akan dilaksanakan sebanyak 5 angkatan dalam 2 putaran dengan total peserta sebanyak 300 Kepala Desa dan Lurah dari kabupaten/kota se-Jatim. Pelatihan digelar selama 5 hari efektif atau setara dengan 42 jam pelajaran. Pelatihan ini digelar Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jatim.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Pelatihan Pra Paralegal Justice Award ini dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas, peran dan fungsi para kades dan lurah sebagai konsiliator atau mediator dalam menyelesaikan sengketa antar warga masyarakat di desanya secara non litigasi.
"Dalam pelatihan ini para kepala desa dan lurah akan diberikan materi pemahaman di bidang hukum. Ini penting, karena penyelesaian permasalahan sengketa secara non litigasi diharapkan dapat menjadi pilihan pertama untuk menyelesaikan permasalahan sederhana di tingkat desa," katanya.
Sebagai informasi, hingga sekarang telah terdapat 1.739 rumah restorative justice baik yang berbasis desa, sekolah dan perguruan tinggi di Jatim serta 25 rumah rehabilitasi. Sejauh ini rumah restorative justice telah berhasil menyelesaikan 308 perkara yang berujung pada penghentian penuntutan.
Khofifah mengatakan, kades memegang peranan sentral dalam menangani permasalahan sederhana. Sehingga tidak perlu naik ke tingkat persidangan dan berujung ke lapas. Kades diharapkan bisa menjadi mediator, juru damai, hingga memberikan advokasi sebagai paralegal.
"Persoalan perceraian misalnya. Melalui penyelesaian non litigasi di tingkat desa diharapkan perselisihan ringan antara suami istri tidak sampai berujung pada perceraian,” terangnya.
Dia menambahkan, kasus-kasus hukum yang bisa diusahakan untuk mendapat restorative justice ini dapat mengurangi beban lapas dan rutan di Jatim. Apalagi, berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan Publik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham RI, per Desember 2022 Jatim mengalami kelebihan kapasitas hunian lapas sebesar 116 persen.
Begitu pula dengan jumlah perkara perdata dan pidana biasa di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Khusus Surabaya saja mencapai tidak kurang dari 3.500 perkara per tahunnya.
Banyaknya perkara yang ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH) tersebut, menurut data penyaluran dana bantuan hukum masyarakat miskin Pemprov Jatim tahun 2021-2022 didominasi permasalahan di lingkup keluarga sebesar 40 persen, penyalahgunaan narkotika sebesar 35 persen, dan tindak pidana umum seperti pencurian, penganiayaan, dan penggelapan sebesar 25 persen.
Meski demikian, Khofifah menekankan bahwa upaya-upaya ini bukan berarti ingin memberi kelonggaran terhadap pelaku. Untuk itu, pada kasus-kasus tertentu upaya penyelesaiannya tetap harus melibatkan APH, namun tetap diselesaikan di tingkat desa.
“Jadi Kajati (Kepala Kejaksaan Tinggi) aktivasi rumah restorative justice, Polda aktivasi omah rembug, dan Pemprov Jatim aktivasi Siskamling. Semua bertujuan untuk memberikan keamanan, ketertiban, dan kenyamanan bagi masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Audy Murfi mengatakan, Jatim merupakan provinsi pertama dan satu-satunya yang menyelenggarakan Pelatihan Pra Paralegal Justice Award untuk Kepala Desa.
“Pelatihan ini sebagai persiapan Paralegal Justice Award 2024. Tahun-tahun sebelumnya pun banyak peserta yang berasal dari Jatim,” terangnya.
Editor : Arif Ardliyanto