TUBAN, iNewsSurabaya.id - Masjid Agung Tuban bukan sekadar bangunan indah; ia juga menjadi penjaga sejarah yang kaya. Terletak di Alun-Alun Kota Tuban, Jawa Timur, masjid ini bukan hanya menyuguhkan keindahan arsitektur, tetapi juga menjadi saksi bisu perkembangan Islam sejak zaman Kerajaan Majapahit.
Dengan inspirasi dari Masjid Cordoba di Spanyol, arsitektur Masjid Agung Tuban memukau dengan pola lengkungan yang menghubungkan tiang-tiang penyangga, menciptakan ruang yang indah dengan kolom-kolom elegan. Sentuhan khas Nusantara tampak pada pintu dan mimbar yang diukir indah dengan motif Jawa, serta tangga dari kuningan pada sayap mihrab, menghadirkan keanggunan ornamen Jawa Klasik.
Namun, keistimewaan masjid ini tak berhenti pada arsitekturnya saja. Hanya beberapa langkah dari masjid, berdiri Museum Kembang Putih yang menyimpan harta bersejarah, mulai dari kitab Al-Quran kuno hingga artefak-arkeologis yang menggugah rasa ingin tahu.
Masjid Agung Tuban, awalnya dikenal sebagai Masjid Jami’ Tuban, bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga lambang semangat keagamaan masyarakat setempat. Didirikan pada masa pemerintahan Adipati Raden Ario Tedjo, atau lebih dikenal sebagai Syeh Abdurrahman, Bupati Tuban ke-7, pendirian masjid ini mungkin terjadi pada abad ke-15, mengingat masa pemerintahan Adipati Raden Ario Tedjo sekitar tahun 1401-1419.
Pada zaman Kerajaan Majapahit, Tuban memegang peran krusial sebagai pusat perdagangan internasional yang ramai, menarik pedagang dari berbagai belahan dunia, seperti Persia, Irak, dan India, yang membawa serta ajaran Islam. Tuban juga menjadi kabupaten pertama di bawah pemerintahan Majapahit yang bupatinya memeluk Islam.
Dalam perjalanan waktu, Masjid Jami’ Tuban berkembang menjadi Masjid Agung Tuban seperti yang kita kenal sekarang. Melalui serangkaian renovasi, masjid ini terus memancarkan keagungan dan keindahan sebagai penjaga sejarah dan tempat ibadah yang suci bagi umat Islam setempat.
Dikutip dari Okezone, tercatat renovasi pertama kali dilakukan pada 1894, yakni pada masa pemerintahan Raden Toemengoeng Koesoemodiko (Bupati ke-34 Tuban). Saat itu Raden Toemengoeng Koesoemodiko menggunakan jasa arsitek berkebangsaan Belanda, BOHM Toxopeus. Sebagaimana disebutkan dalam prasasti yang ada di depan masjid ini yang berbunyi :
“Batoe yang pertama dari inie missigit dipasang pada hari Akad tanggal 29 Djuli 1894 oleh R. Toemengoeng Koesoemodiko Boepati Toeban. Inie missigit terbikin oleh Toewan Opzicter B.O.H.M. Toxopeus.”
Dalam akun twitter potret lawas diposting foto Masjid Tuban disertai keterangan: “Masjid Tuban, ???? ?????, di Jawa Timur. Seperti tertulis di fasadnya, masjid ini dibangun pada tahun Jawa 1824 atau 1894-95 Masehi. Merupakan salah satu masjid pertama di Jawa yang memakai kubah.”
Dalam keterangan selanjutnya dijelaskan, Masjid Tuban dirancang HM Toxopeus, opsir Burgelijke Openbare Werken. Menurut GF Pijper, cerita yang berkembang menyebut rujukan rancangan masjid ini adalah Hagia Sofia Istanbul. Selain antara pertama yang berkubah, Masjid Tuban juga salah satu masjid terawal yang miliki arcade.
Bila diamati, Masjid Jami Tuban ini memiliki cari khas tersendiri. Secara garis besar, bentuk bangunannya terdiri atas dua bagian, yaitu serambi dan ruang shalat utama. Bentuknya tidak terpengaruh dengan kebiasaan bentuk masjid di Jawa yang atapnya bersusun tiga.
Arsitektur masjid ini justru terpengaruh oleh corak Timur Tengah, India, dan Eropa. Sekilas tampak ada kemiripan dengan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, terutama bentuk berandanya yang dipertahankan hingga kini.
Renovasi selanjutnya dilakukan pada 1985. Masjid mengalami perluasan. Kemudian pada 2004 dilakukan renovasi total terhadap bangunan Masjid Agung Tuban oleh pemerintah Kabupaten Tuban. Renovasi yang dilakukan kali ini meliputi pengembangan satu lantai menjadi tiga lantai, menambah sayap kiri dan kanannya dengan mengadopsi arsitektur bangunan berbagai masjid terkenal di dunia.
Disertai juga penambahan enam menara masjid dengan luas keseluruhan mencapai 3.565 meter persegi. Renovasi terakhir diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 17,5 miliar dan saat ini menjadi salah satu masjid terindah di Jawa Timur.
Editor : Arif Ardliyanto