Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim memiliki cerita menarik selama bertugas di angkatan udara. Ia tidak rela harga diri Indonesia diinjak-injak Singapura.
Saat itu, dirinya akan mengirim logistik ke Natuna namun anehnya harus izin ke Singapura terlebih dahulu. Peristiwa tersebut, kata Marsekal Chappy, jadi titik awal keseriusan pemerintah dalam mengurus kontrol atas Flight Information Region (FIR) wilayah udara Indonesia dari tangan Singapura.
Marsekal Chappy menjelaskan baru mengetahui kasus tersebut pada 1974 silam ketika ditugaskan menerbangkan pesawat Dakota sebagai dukungan logistik pasukan di perbatasan.
Saat itu ia belum lama menyelesaikan pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) di tahun 1971 dan menyelesaikan Pendidikan Penerbangan di 1973. Barulah pada 1974 dia mulai berdinas di skwadron 2 pada tahun 1974.
Dalam diskusi Forum Guru Besar dan Doktor, Insan Cita menyoal FIR RI – Singapura, Marsekal Chappy mengaku kaget ketika dia diwajibkan meminta izin dari otoritas penerbangan Singapura, saat akan mengirimkan logistik ke Natuna.
“Kejadian itu terjadi pada saat saya ingin berangkat dari Tanjung Pinang menuju Natuna. Saya sontak terperanjat karena harus mendapatkan clearance dari otoritas penerbangan Singapura. Ini sesuatu yang aneh bagi saya,” ujarnya dalam acara yang diselenggerakan pada Minggu, 13 Februari 2022 tersebut.
Dia menilai meminta izin terbang ke negara lain di wilayah yang masih ada dalam negara sendiri adalah sesuatu yang aneh. Namun awalnya isu ini tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah saat itu.
“Ketika itu, masalah yang seperti ini saya angkat semuanya tidak ada yang peduli,” ujarnya.
Bahkan saat itu pihaknya tidak dapat berbuat banyak dan hanya melaporkan isu tersebut di tingkat levelnya saat di skuadron.
Kemudian seiring perjalanan karirnya di TNI AU, saat Marsekal Chappy menjabat Direktur Operasi dan Latihan (Diropslat) TNI AU (1996-1997), dia mengangkat isu tersebut karena menghadapi banyak masalah terkait kedaulatan wilayah udara.
Oleh sebabnya pada tahun 2003 saat menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara, dia mengusulkan untuk menghentikan semendatar DCA Territory Training, karena banyak permasalahan yang salah satunya terkait FIR.
Selanjutnya, isu FIR perlahan mencuat setelah dirinya membawa isu tersebut ke Komisi 1 DPR RI dan melaporkannya langsung ke Panglima TNI, hingga sampai kepada Presiden RI.
Mendapat tanggapan dari Jokowi
Pada tahun 2015, Marsekal Cheppy mendapatkan kesempatan untuk menjelaskan secara langsung soal FIR kepada Presiden RI Joko Widodo dan tidak lama kemudian Presiden mengeluarkan perintah untuk mengambil alih FIR Singapura.
Barulah puncak atau akhir dari isu FIR tersebut terjadi pada Selasa, tanggal 25 Januari 2022. Sebagaimana diketahui Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangani tiga perjanjian kerja sama strategis bidang politik, hukum dan pertahanan keamanan dalam pertemuan Leaders’ Retreat di Bintan, Kepulauan Riau.
Salah satunya persetujuan tentang penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia - Singapura (Flight Information Region/FIR).
“Presiden RI sendiri mengatakan, bahwa sekarang FIR Jakarta telah mencakup seluruh wilayah kedaulatan Republik Indonesia, itu pernyataan Presiden pada pidato tanggal 25 Januari,” imbuhnya.*
Editor : Arif Ardliyanto