SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pasangan incumbent Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Kota Surabaya, Eri Cahyadi-Armuji mulai tak nyaman dengan kemungkinan Kaesang Pangarep, putra Presiden RI menjadi pesaing dalam Pilkada. Ketua Umum PSI ini dikabarkan maju dalam pilwali di Kota Pahlawan.
Saat ini Eri Cahyadi-Armuji sangat kuat sebagai kandidat incumbent yang didukung oleh PDI Perjuangan dan beberapa partai lain, hadirnya Kaesang Pangarep sebagai alternatif menantang menjadi sorotan.
Pengamat politik UWKS Umar Sholahudin mempertimbangkan popularitas dan modal politik Kaesang sebagai faktor penting dalam kompetisi. Sholahudin menyoroti pentingnya adanya variasi dalam kompetisi Pilkada Surabaya, yang akan memperkaya ekosistem demokrasi dan memberi warga pilihan yang lebih luas.
"Kehadiran Kaesang Pangarep bisa menguatkan koalisi Indonesia Maju di tingkat lokal, sementara juga menantang kekuatan incumbent," katanya.
Meskipun pasangan incumbent dianggap kuat, Sholahudin percaya bahwa mereka bisa dikalahkan dengan hadirnya tokoh seperti Kaesang yang mampu menyajikan gagasan dan program alternatif yang menarik bagi pemilih Surabaya.
Dia menekankan pentingnya adanya "antitesa" terhadap gagasan incumbent, menggarisbawahi bahwa pemilih Surabaya adalah rasional dan menginginkan pilihan yang bermakna.
"Dengan waktu yang semakin mepet, saya mendorong tokoh atau partai politik untuk segera mendeklarasikan bakal calon agar Pilkada Surabaya menjadi dinamis dengan kehadiran pasangan calon yang beragam, bukan sekadar pasangan yang sudah dikenal atau dipandu," ujar Dosen Sosiologi Politik FISIP UWKS.
Umar melanjutkan, secara politik dengan majunya Kaesang Pangarep menjadi calon wali kota Surabaya dapat mensolidkan koalisi Indonesia Maju (KIM) di tingkat nasional untuk menjadi koalisi di tingkat lokal Pilkada Surabaya.
"Dengan Modal 5 kursi anggota DPRD Kota Surabaya tentu sosok Kaesang menjadi modal yang diperhitungkan secara politik. Bahkan bisa menjadi magnet politik untuk menjadi poros alternatif calon wali kota Surabaya yang dapat berkompetisi melawan incumbent secara berimbang," urainya.
Alumnus FISIP Unair ini menambahkan, bakal paslon incumbent memang kuat, tapi bukan berarti tidak bisa dikalahkan.
Incumbent bisa dikalahkan jika parpol menghadirkan tokoh yang punya popularitas dan elektabilitas plus gagasan baru untuk Surabaya yang lebih baik dan maju melalui Kaesang Pangarep sebagai poros baru.
Umar mengungkapkan, lawan tanding Incumbent harus punya gagasan "antitesa" terhadap gagasan Incumbent. Sebab, pemilih Surabaya adalah pemilih rasional. Disamping juga banyaknya pemilih pemula.
Potensi itu bisa dijadikan pijakan modal yang cukup besar bagi lawan tanding atau parpol pengusung untuk menarik simpati pemilih dengan gagasan dan program yang rasional melawan calon incumbent, sehingga pemilih Surabaya mendapatkan alternatif pilihan politik yang layak untuk memimpin Surabaya ke depan.
"Waktu sudah cukup mepet, tokoh atau parpol pengusung harus segera deklarasi bakal calon untuk running di Pilkada Surabaya, Mas Ketum Kaesang bisa menjadi pilihan. Semoga Pilkada Surabaya lebih dinamis dengan bakal paslon yang lebih beragam, bukan paslon tinggal atau paslon boneka," tandasnya.
Untuk diketahui, dalam beberapa survei, Eri Cahyadi - Armudji, tingkat popularitas dan elektabilitasnya paling tinggi dibanding tokoh lainnya.
Muncul juga beberapa tokoh yang dianggap layak maju Pilkada Surabaya, diantaranya, Arif Fathoni (Ketua DPD Golkar Surabaya), Asrul Ananda, Ahamd Dani, Cahyo Haryo (Gerindra), Reni Astuti (PKS), Lucy Kurniasari (Demokrat) dan beberapa tokoh politisi lainnya.
Tentu diharapkan Pilkada Surabaya tidak hanya 2 Pasangan calon tapi ada 3 pasangan calon. Dengan komposisi partai yang ada di DPRD, setidaknya ada paslon yang bisa diusung parpol dengan suara minimal 20% kursi parlemen.
"Partai politik perlu menghadirkan kader-kader terbaik untuk bersaing dengan paslon incumbent di pilkada Surabaya," pungkas Umar.
Editor : Arif Ardliyanto