Privatisasi ruang publik jelas menimbulkan permasalahan sosial yang kompleks meskipun privatisasi basisnya pada faktor ekonomi, namun permasalahan yang ditimbulkannya lebih banyak berdimensi sosial.
“Hemat saya peristiwa tawuran yang terjadi berulang-ulang di banyak kota di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh menyempitnya ruang publik bagi remaja, terutama kelas bawah. Kondisi ini tentunya perlu menjadi perhatian pemerintah. Secara fisik perlu ada tempat yang terbuka untuk semua level kelas. Secara sosial, ruang tersebut harus berisi program-program yang kreatif dan aktual," ungkap Radius yang merupakan alumnus Master Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada.
Selanjutnya ia mengatakan, cara pandang terhadap remaja yang selama ini mengemuka di ruang publik mengandung bias kelas.
“Wacana remaja selama ini banyak didominasi kelas menengah-atas. Anak-anak muda sukses yang diglorifikasi secara berlebihan tanpa benar-benar jujur melihat dari keluarga mana dia berasal. Dalam banyak narasi, remaja kelas bawah dianggap tidak eksis,” katanya.
Terakhir, dalam banyak kasus tawuran yang terjadi akhir-akhir ini, ia menegaskan, peran negara harus hadir dan mengevaluasi terkait beragam kebijakan bahwa ruang publik sangat mungkin bisa diakses dan dinikmati siapa saja, terutama mereka dengan kelas golongan menengah ke bawah.
Agar energi anak muda yang berlebih diaktualisasikan dalam ruang kompetisi yang produktif dan tidak diexpresikan dengan kompetisi yang destruktif seperti tawuran.
Editor : Ali Masduki