SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pelbagai elemen masyarkat sipil yang terdiri dari jurnalis, mahasiswa, konten kreator, seniman hingga aktivis hak asasi manusia di Surabaya, Jawa Timur, menggelar diskusi dan konsolidasi untuk menyikapi revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran, Selasa (21/5).
Mereka yang hadir di antaranya adalah perwakilan antaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Surabaya, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).
Kemudian Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera, LBH Surabaya, Aksi Kamisan, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), lalu akademisi, seniman, konten kreator dan elemen masyarakat sipil lainnya.
Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer mengatakan, konsolidasi ini digagas oleh Komite Advokasi Jurnalis Jawa Timur yang beranggotakan AJI, Kontras dan LBH lentera. Melalui forum ini mereka ingin menggali masukan dari elemen lain terkait RUU Penyiaran.
“Kami ingin menggali masukan dari mereka, pendapat mereka, terkait RUU Penyiaran. Dalam diskusi kali ini, kami sepakat bahwa ada prosedur yang salah dalam pembentukan RUU Penyiaran,” kata Eben, Rabu (22/5).
Proses penyusunan RUU yang salah ini, kata Eben, kemudian disertai pula dengan munculnya pasal-pasal aneh yang tidak seprinsip dengan kemerdekaan pers.
“Misalnya 50b ayat 2c, yang secara spesifik melarang penayangan konten eksklusif jurnalisme investigasi. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujarnya.
Menurut Eben, dalam UU Pers 40 Tahun 1999 sudah diatur bahwa kerja pers dilindungi oleh UU. Maka tentu RUU Penyiaran bertentangan dengan hal itu. Pelarangan ini juga jelas berpotensi membatasi hak publik untuk mendapatkan informasi.
“Ini juga melanggar kepentingan publik, karena haknya publik untuk tahu adalah hak asasi manusia, dan tugas itu amanah itu dititipkan kepada jurnalis,“ katanya.
Lebih dari itu, kata Eben, ada banyak sekali pasal dalam RUU Penyiaran yang bermasalah. Contohnya soal hilangnya aturan terkait kepemilikan media, pasal yang membahayakan demokratisasi konten, kemudian pasal yang mengancam perlindungan terhadap kelompok minoritas.
“Akhirnya kami sepakat bahwa RUU Penyiaran ini harus ditolak, prosesnya sudah salah, kontennya banyak yang bermasalah,” ucap Eben.
Editor : Ali Masduki