Kisah Menegangkan Tito Karnavian dan Tim Kobra Tangkap Tommy Soeharto
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2022/02/25/5ddfa_tito.jpg)
SURABAYA, iNews.id - Pada tanggal 26 Juli 2001, Hakim Agung Syaifudin Kartasasmita terbunuh. Ia ditembak orang tidak dikenal di Jakarta.
Setelah dilakukan penyelidikan, terkuak fakta mengejutkan keterlibatan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Ternyata putra bungsu mantan Presiden Soeharto dibalik pembunuhan hakim agung tersebut.
Syaifudin sendiri adalah Hakim Agung yang memvonis Tommy Soeharto bersalah dalam kasus tukar guling tanah milik Bulog dengan PT. Goro Batara Sakti, perusahaan yang dimiliki oleh Tommy. Tommy dijatuhi hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp.30,6 miliar.
Polisi lantas membentuk tim untuk memburu Tommy. Tentu bukan perkara mudah meringkus putra mantan presiden yang begitu lama berkuasa di Indonesia.
Mengutip buku,”Tito Karnavian dan Sepak Terjang Densus Seri II,” yang disusun Pusat Data dan Analisis Tempo,” tim yang dibentuk untuk memburu Tommy adalah Tim Kobra.
Tim inilah yang ditugaskan khusus untuk menangkap Tommy Soeharto. Tim Kobra sendiri dipimpin oleh Tito Karnavian. Saat itu Tito berpangkat Komisaris Polisi.
Tim Kobra merupakan tim bagian dari Tim Khusus Anti Teror dan Bom Polda Metro Jaya. Tito yang memimpin tim saat itu menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Umum. Tim Kobra beranggotakan 23 orang.
Personelnya ada yang diambil dari satuan Reserse, Brimob dan Sabhara yang punya pengalaman mengungkap kasus-kasus besar.
Dan benar memang tidak mudah menagkap Tommy Soeharto. Berbulan-bulan diburu, Tommy tak kunjung bisa diringkus. Tim juga kesulitan melacak keberadaannya.
Namun dengan kesabaran tim akhirnya bisa mengendus keberadaan Tommy setelah selama berbulan-bulan memelototi tempat-tempat yang ditenggarai jadi persembunyian Tommy.
Tim Kobra juga melakukan penyadapan pada telpon genggam Tommy. Dari penyadapan itulah titik terang persembunyian Tommy mulai ada titik terang.
Ada cerita menarik ketika Tim Kobra memburu Tommy. Untuk memudahkan pencarian, Tito sebagai kepala tim membagi Tim Kobra menjadi 3 unit. Salah satu unit ditugaskan untuk memelototi sekitaran Jalan Cendana, tempat dimana rumah Soeharto berada.
Salah anggota tim, AKP M Saleh, sampai harus tidur sebulan lamanya beralasan tikar plastik di emperan rumah milik anak-anak Soeharto.
Keberadaan Tommy sempat terendus disebuah apartemen kecil yang ada di kawasan Kemang akan tetapi saat digrebek lamar apartemen tersebut sudah kosong.
Kemudian Tim Kobra muai mendapat titik terang tempat persembunyian Tommy lainnya. Sebuah rumah di Jalan Maleo Nomor 9 Bintaro dicurigai jadi tempat persembunyian Tommy.
Meski sudah mencurigai Tommy sembunyi di rumah itu, Tito dan timnya tidak langsung menggerebek. Tim sampai harus menempati rumah toko kosong yang berjarak 400 meter dari rumah yang dicurigai untuk mengintai buruannya.
Bahkan untuk memastikan bahwa di rumah itu Tommy sembunyi, pada bagi buta tujuh jam sebelum penggerebekan, 2 anggota tim, Bripka Eko dan Brigadir H Siregar dari kesatuan Brimob berhasil memasang alat penyadap di ventilasi udara ruang utama rumah.
Keduanya berhasil meletakkan alat penyadap setelah itu diam-diam menyelinap ke dalam rumah. Baru setelah itu Tito dan Tim Kobra yakin jika Tommy ada di dalam rumah tersebut dan penyergapan pun dilakukan. Setelah dilakukan penggeledahan dari kamar ke kamar, di salah satu kamar Tommy ditemukan sedang tidur.
Inspektur F Danang yang pertama kali menyergap Tommy. Dia yang membangunkan putra bungsu mantan Presiden Soeharto itu lalu kemudian menodongnya dengan pistol yang siap tembak.
Pelarian Tommy Soeharto pun berakhir di tangan Tim Kobra pimpinan Tito Karnavian. Setelah itu karier Tito kian moncer hingga kemudian di era Presiden Joko Widodo, Tito diangkat menjadi Kapolri. Lalu di periode kedua Joko Widodo, Tito masuk kabinet menjadi Menteri Dalam Negeri.
Editor : Ali Masduki