Emil juga menyoroti perkembangan AI yang semakin pesat, bahkan mampu menggantikan pekerjaan intelektual yang dulunya hanya bisa dilakukan oleh manusia.
Ia mencontohkan pengalamannya saat bekerja sebagai konsultan pasca lulus S2, di mana tugas-tugas seperti membaca laporan dan menyusun paparan kini bisa diselesaikan AI dalam hitungan detik.
“Saya tanya ke wisudawan, ini fakta yang menyeramkan atau menyenangkan? AI tidak bisa menggantikan pengambilan keputusan kompleks yang memiliki dampak sosial dan memerlukan tanggung jawab manusia. Inilah pentingnya kemampuan decision making yang tidak bisa tergantikan oleh mesin,” tambah Emil.
Menutup pidatonya, Emil menegaskan bahwa generasi yang akan unggul di masa depan bukanlah mereka yang dikuasai oleh kecerdasan buatan, melainkan mereka yang mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi tersebut.
Emil mengajak lulusan Unisla untuk terus belajar, tidak terkungkung pada apa yang tertulis di ijazah, dan menjadi generasi yang menguasai AI, bukan tergantikan olehnya.
“Tidak ada kata terlalu tua atau terlalu tinggi ilmunya untuk belajar sesuatu yang baru. Saya saja, meski sudah S3, baru saja menyelesaikan S1 lagi di bidang perencanaan kota. Jika kita menjalankan prinsip belajar seumur hidup, Insyaallah lulusan Unisla akan selalu unggul,” tutup Emil.
Editor : Arif Ardliyanto