get app
inews
Aa Text
Read Next : Perang E-commerce, Bukalapak Pilih Strategi Tak Terduga!

Mendengarkan dengan Hati, Pelajaran dari Kisah Nabi Musa dan Khidir untuk Cendekiawan

Jum'at, 10 Januari 2025 | 09:36 WIB
header img
Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir sangat relevan bagi para cendekiawan yang sering merasa "paling benar." Foto: Ilustrasi/iNews.ID

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Ketua ICMI Jawa Timur, Ulul Albab, dalam renungan Inspirasi Jum’at yang bertema "Mendengarkan dengan Hati," mengajak para cendekiawan untuk merenungkan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

Kisah ini, menurut Ulul Albab, memberikan pelajaran berharga tentang kerendahan hati dan pentingnya mendengarkan pendapat orang lain, terlepas dari status atau latar belakang mereka.

"Pernahkah kita merasa lebih pintar dari orang lain? Atau merasa bahwa pengetahuan kita lebih luas, sehingga kita merasa tidak perlu mendengarkan pendapat orang yang dianggap tidak setara dengan kita?" tanya Ulul Albab mengawali renungannya. Ia mengakui bahwa banyak cendekiawan yang terjebak dalam persepsi tersebut.

Ulul Albab kemudian menjelaskan kisah Nabi Musa yang, meskipun telah menerima banyak mukjizat dan ilmu, tetap rendah hati untuk belajar dari Nabi Khidir. 

"Seorang nabi besar seperti Musa, yang sudah dianggap sangat bijaksana, tidak segan untuk mengakui bahwa ada yang lebih dari dirinya dan merasa perlu untuk belajar lebih banyak," jelas Ulul Albab. 

Hal ini, menurutnya, menekankan bahwa tidak ada yang sempurna dalam ilmu dan setiap orang perlu terbuka untuk belajar dari siapa pun.

Ulul Albab kemudian menganalisis tiga peristiwa penting dalam kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir: kapal yang dibocorkan, anak yang dibunuh, dan tembok yang dibangun. 

Ketiga peristiwa ini, menurut Ulul Albab, mengajarkan tentang pentingnya:

1. Tidak terburu-buru menilai: "Dalam kebodohan, kita sering kali merasa bahwa tindakan yang kita lihat buruk itu pasti buruk. Padahal, bisa jadi Allah sedang melindungi kita dari sesuatu yang lebih buruk di baliknya," jelas Ulul Albab, merujuk pada kisah kapal yang dibocorkan.

2. Keikhlasan menerima takdir: Kisah pembunuhan anak mengajarkan tentang penerimaan atas takdir Allah, meskipun tampak mengerikan pada awalnya. "Kadang, kita tidak tahu bahwa kehilangan atau perubahan yang kita alami adalah cara Allah melindungi kita dari sesuatu yang lebih buruk," kata Ulul Albab.

3. Berbuat baik tanpa pamrih: Kisah pembangunan tembok mengajarkan tentang berbuat baik tanpa mengharapkan balasan. "Berbuat baiklah tanpa mengharapkan balasan atau apresiasi dari orang lain," pesan Ulul Albab.

Ulul Albab menyimpulkan bahwa kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir sangat relevan bagi para cendekiawan yang sering merasa "paling benar." 

"Terlalu sering, kita mendengar bahwa dalam dunia akademis atau intelektual, sikap merasa ‘paling benar’ justru menjadi penghalang bagi pertumbuhan," tegasnya. 

Ia mengajak para cendekiawan untuk membuka hati, mendengarkan, belajar, dan menghargai kebaikan dari siapa pun, tanpa memandang status atau latar belakang.

"Dalam perjalanan hidup ini, tidak ada yang bisa berjalan sendiri," tutup Ulul Albab, menyerukan pentingnya kerendahan hati dan kolaborasi dalam menuntut ilmu dan berbuat kebaikan.

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut