SURABAYA, iNews.id - Candi Jolotundo atau Petirtaan Jolotundo selalu menjadi daya tarik wisata. Situs purbakala yang bertengger di kaki Gunung Pawitra, tepatnya di Desa Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini kerap dijadikan tempat ritual oleh sejumlah komunitas. Pun tidak sedikit warga yang datang hanya sekedar melepas penat.
Selama ini banyak masyarakat menganggap bahwa Jolotundo merupakan peninggalan Prabu Airlangga. Hal itu ditegaskan dengan adanya tulisan selamat datang yang berada tepat di pintu masuk. "Welcome to Jolotundo. Tirto wening Prabu Airlangga".
Namun benarkah Jolotundo dibangun oleh Prabu Airlangga?
Deny Bagus Sulistyo, J. Priyanto Widodo, A. Fatikhul Amin A (Program Studi Pendidikan Sejarah, STKIP PGRI Sidoarjo), dalam artikel ilmiah berjudul "Sejarah Wisata Jolotundo Trawas Mojokerto pada 1986-2010" menyebut, bahwa Petirtaan Jolotundo tersebut yang membangun bukanlah murni dari Prabu Airlangga sendiri. Melainkan dari kerajaan Wangsa Isyana keturunan Mpu Sindok.
"Karena pada relief prasasti didinding Jolotundo sebelah Selatan terbaca 899 Saka/977M itu dianggap sebagai tahun berdirinya Jolotundo," menurut Adji (2012:53).
Sedangkan Prabu Airlangga sendiri lahir pada tahun 990 Masehi. Itu berarti bisa dikatakan Jolotundo dibuat terlebih dahulu daripada kelahiran Prabu Airlangga.
Namun, masyarakat secara umum lebih mengatakan kalau Petirtaan Jolotundo itu bekas peninggalan Prabu Airlangga atau pertapaan Prabu Airlangga.
Angka tahun di Candi Jolotundo
Karena bisa dikatakan Petirtaan Jolotundo memang terletak di sekitar wilayah Kerajaan kahuripan yang didirikan oleh Prabu Airlangga pada tahun 1019-1045, pada saat usia 29 tahun Airlangga dinobatkan untuk menjadi raja oleh Pendeta Budha, Ciwa, Brahmana.
Ia dinyatakan sebagai penganti dari Raja Dharmawangsa Teguh yang telah meninggal lalu ia memakai gelar Cri Maharaja Rake Halu Cri Lokecwara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Prasastinya yang disimpan di Calcutta, Airlangga berusaha menjelaskan asal-usul dirinya ialah mulai dari Mpu Sindok. Mungkin maksudnya ialah untuk membuktikan bahwa dirinyalah yang memang berhak untuk memegang mahkota kerajaan.
Dari jejaknya terlihat Airlangga mulai merebut wilayah-wilayah yang pernah diperintah oleh Dharmawangsa, yang ditaklukan iala Raja Bismaprabawa, Raja Wengker, Raja Adhampanuda dan Raja Wurawari .
Menurut Abduracman (1967:20), Prabu Airlangga merupakan menantu dari Dharmawangsa Teguh penguasa Medang Kamulan penerus Wangsa Isana Trah Mpu Sindok.
Satu hal yang dapat diketahui bahwa raja Medang Kamulan ketiga itu memiliki putra bernama Dharmawangsa Teguh dan Mahendradatta yang menikah dengan Raja Udayana (Bali). Istilah Wangsa Isana dijumpai di dalam prasasti Pucangan, dibagian yang berbahasa Sansekerta.
Prasasti ini dikeluarkan oleh Airlangga pada tahun 1041 Masehi. Pada tahap awal tahun 1019 dilakukan persiapan dengan menyusun pemerintah di wilayah kerajaan Medang Kamulan yang terpecah seperti Kerajaan Wengker tahun 1030 dan kerajaan Bhismaprabhawa tahun 1028.
Setelah berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan kecil pusat kerajaan dipindahkan dari Watan Mas (Jombang) ke kerajaan Kahuripan pada tahun 1037.
Selanjutnya, Prabu Airlangga berusaha meningkatkan kesejahteraan di bidang politik, Prabu Airlangga melakukan penyederhanaan pada sistem birokrasi pejabat pemerintahan.
Namun, ia memberi perhatian lebih besar pada kesejahteraan rakyat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian hadiah kepada siapa saja yang berjasa bagi raja dan pemerintah serta peningkatan pemelihara sarana umum seperti bangunan suci, bendungan dan irigasi.
Di bidang keagamaan dapat diketahui raja Airlangga memberi perhatian besar kepada kehidupan beragama di kerajaannya. Hal ini terlihat dengan selalu diikutsertakannya para pendeta didalam kegiatan-kegiatan yang diadakan pemerintah saat itu.
Demikian juga raja Airlangga dianggap membangkitkan kembali pemujaan terhadap Wisnu, walaupun bukan seorang penganut Waisnava.
Di bidang ekonomi, raja Airlangga melakukan beberapa perbaikan pada sarana ekonomi kerajaannya, misalnya memperbaiki bendungan Waringin Sapta sehingga mengakibatkan berfungsinya kembali pelabuhan regional Hujung Galuh.
Di bidang sosial, ditandai dengan semakin berkembangnya pemberian hak istimewah dari raja kepada orang-orang yang telah berjasa secara individu maupun keluarga ataupun seluruh penduduk desa. Susanti (2010:4) Sehingga kerajaan Kahuripan yang di perintah Prabu Airlangga rakyatnya menjadi makmur.
Prabu Airlangga dengan demikian dipandang masyarakat begitu terkenal dan juga wilayah Kahuripan di dekat Gunung Penanggungan, secara otomatis orang menganggap Petirtaan Jolotundo adalah peninggalan Prabu Airlangga.
Terlepas asal-usul Jolotundo, sampai sekarang masih menjadi penelitian dan kajian. Yang pasti, Petirtaan Jolotundo ini memiliki nilai sejarah, baik dari sisi bangunan cagar budayanya ataupun sumber daya alam yang memiliki kandungan air mineral yang tinggi. Karena dengan cara melakukan pemugaran, melestarikan dan merawat benda cagar budaya.
Wisata situs Petirtaan Jolotundo disamping itu juga bisa digunakan dalam media edukasi seperti Studi Tour dan Penelitian. Karena dalam wisata situs Petirtaan Jolotundo ini memiliki pendidikan seperti nilai sejarah, nilai kebudayaan dan nilai kearifan lokal.
Sehingga para generasi bangsa bisa mengerti akan kesejarahan bangsanya. Disamping itu juga ada adat tata cara dalam upacara agama yang diselengarakan di Petirtaan Jolotundo sehingga para generasi bangsa bisa menciptakan rasa toleransi antar beragama.
Editor : Ali Masduki