SURABAYA, iNews.id – Surabaya memiliki banyak sejarah yang tak terlupakan. Bahkan peninggalan-peninggalan sejarah masih menempel, ini menunjukan Surabaya sebagai kota maju pada zaman dulu.
Salah satu peninggalan modernitas yang masih melekat di Kota Pahlawan adalah Jembatan Petekan atau Ferwedarbrug yang berlokasi di Jalan Jakarta, Perak Utara Kecamatan Pabean Cantikan.
Direktur Surabaya Heritage Society Freddy H Istanto menuturkan, pemberian nama ini karena diambil dari nama seorang panglima perang angkatan laut Hindia Belanda yakni Admiraal Ferwerda. Jembatan Petekan ini dibangun di atas sungai Kalimas, tepatnya di kawasan Bataviaweg.
Jembatan ini dijadikan sebagai cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Surabaya 188.45/004/402.1.04/1998 nomor urut 47 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Tahun 2008. Jembatan Petekan dibangun oleh NV. Machinefabriek Braat and Co. pada tahun 1900. Jembatan ini beroperasi pertama kali pada 16 Desember 1939.
Pembangunan jembatan berukuran 150 meter ini menelan biaya 133.100 gulden Belanda. Nama jembatan ini awalnya disebut dengan ferwerda brug. Namun karena sistem kerjanya yang ditekan (petekan) maka namanya berubah menjadi petekan.
Dalam bahasa Jawa, petekan artinya “dipencet” atau “ditekan”. Dengan sistem tersebut, Jembatan Petekan merupakan salah satu jembatan tercanggih pada masanya. Bahkan hingga saat ini belum ada jembatan yang mirip di petekan.
Jembatan Petekan dioperasikan menggunakan mesin yang terletak di dalam kedua tiang yang berukuran tebal. Mesin tersebut mempunyai dua roda gigi yang melekat pada tiang. Dua roda gigi tersebut menggerakkan dua tuas yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan jembatan konstruksi.
Jembatan ini memiliki ketinggian 1,70 meter di atas permukaan air sungai saat pasang dan 1,20 meter di bawah jalan raya. Di kedua sisi jembatan, sebelah timur dan barat terpasang pilar berukuran 11 meter x 50 meter.
Konstruksi geladaknya terdiri dari balok-balok gelagar yang terpasang searah panjang konstruksinya dan diikat dengan baja siku yang posisinya menyilang di antara balok-balok gelagar.
Pada masa kolonial Belanda, jembatan ini berfungsi sebagai jalur untuk keluar dan masuknya kapal dari selat Madura ke pusat kota. Wajar jika Jembatan Petekan ini dijadikan sebagai gerbang perekonomian. Ketika pertempuran yang terjadi pada 10 November 1945 pecah, Jembatan Petekan ini difungsikan sebagai titik kunci untuk menahan serangan tentara sekutu.
Surabaya memiliki banyak sejarah yang tak terlupakan. Bahkan peninggalan-peninggalan sejarah masih menempel
Menurut Freddy H Istanto, setiap harinya ada sekitar 16 kapal tiang dengan ketinggian 17 meter yang lalu lalang melewati jembatan ini. Jumlah ini belum ditambah dengan kapal-kapal kecil lainnya yang dijadikan sebagai tempat bertransaksi bahan pangan. Mulai dari buah-buahan yang dibawa dari Madura sampai bahan pokok kebutuhan masyarakat saat itu. “Jembatan Petekan saat itu menjadi salah satu pusat perdagangan kapal-kapal tradisional," ujarnya.
Pada tahun 1980-an, geladak jembatan tidak bisa diangkat lagi. Hingga pada Januari 2011 geladak jembatan dipotong, karena balok-balok gelagar dan siku dicuri, yang mengakibatkan geladak ambruk ke sungai dan menghalangi pelayaran kapal-kapal di bawahnya. Karena usia dan perawatan, Jembatan Petekan ini sudah tidak berfungsi. Sebagai gantinya, di kanan kiri
Editor : Arif Ardliyanto