Sistem Syarikah Haji 2025 Bikin Bingung Jemaah, DPR RI Akan Panggil Menteri Agama
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kebijakan baru dalam penyelenggaraan haji tahun 2025 menuai sorotan tajam dari Komisi VIII DPR RI. Sistem pengelompokan jemaah berdasarkan skema syarikah yang mulai diterapkan pemerintah dinilai menimbulkan kebingungan di kalangan calon jemaah haji Indonesia.
Komisi VIII DPR RI pun memastikan akan memanggil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, untuk memberikan klarifikasi terkait penerapan sistem tersebut.
Anggota Komisi VIII, Dini Rahmania, mengungkapkan bahwa banyak calon jemaah yang menyampaikan keluhan karena terpisah dari rombongan keluarga mereka. Padahal, sejak keberangkatan dari Indonesia, para jemaah masih berada dalam satu kloter yang sama.
“Kami menerima banyak laporan dari calon jemaah yang merasa kebingungan akibat sistem layanan syarikah. Mereka ada yang terpisah dengan keluarganya saat tiba di Makkah, meski awalnya berangkat bersama,” ujar Dini di Surabaya, Sabtu (17/5/2025).
Menurut Dini, langkah pemanggilan ini bertujuan untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat, khususnya calon jemaah yang tengah mempersiapkan keberangkatan tahun ini. Ia berharap, dengan adanya penjelasan resmi dari pemerintah, potensi kebingungan di lapangan dapat diminimalkan.
“Penjelasan ini penting agar masyarakat tidak lagi bertanya-tanya. Kami ingin memastikan bahwa pada musim haji mendatang, para jemaah sudah lebih memahami sistem ini,” tambahnya.
Apa Itu Sistem Syarikah?
Sistem syarikah merupakan metode baru yang diterapkan pemerintah Indonesia melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi. Skema ini diklaim bertujuan meningkatkan efisiensi dan profesionalisme layanan haji, terutama dalam hal akomodasi dan logistik.
Ketua PPIH 2025, Muchlis Hanafi, menjelaskan bahwa sistem ini dirancang untuk memberikan layanan lebih terstruktur dan optimal kepada jemaah haji asal Indonesia.
“Dengan skema syarikah, penempatan akomodasi dilakukan berdasarkan pengelompokan layanan, bukan lagi berdasarkan kloter keberangkatan dari Indonesia,” jelas Muchlis di Makkah, Minggu (11/5/2025).
Namun, penerapan sistem ini memicu sejumlah persoalan di lapangan. Salah satunya, jemaah dalam satu kloter bisa saja ditempatkan di hotel berbeda di Makkah, yang kemudian menimbulkan istilah baru “kloter campuran”.
Hal ini terjadi akibat berbagai kendala teknis, seperti keterlambatan visa, perubahan manifes, dan sinkronisasi data antara Indonesia dan Arab Saudi.
Meski demikian, PPIH menegaskan bahwa kualitas pelayanan tetap menjadi prioritas utama.
“Untuk di Madinah, penempatan hotel tetap mengikuti susunan kloter. Sedangkan di Makkah dan saat puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), sistem syarikah akan diberlakukan penuh,” ujar Muchlis, yang juga menjabat sebagai Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri di Kementerian Agama.
Menanggapi dinamika ini, Komisi VIII DPR RI mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan meningkatkan sosialisasi kepada calon jemaah.
“Sistem ini tidak bisa serta-merta diterapkan tanpa kesiapan mental dan informasi yang memadai bagi jemaah,” tegas Dini.
Pemanggilan Menag diharapkan menjadi momentum untuk menjawab keresahan publik serta memastikan penyelenggaraan haji 2025 berjalan lebih baik, efisien, dan tetap mengedepankan kenyamanan jemaah.
Editor : Arif Ardliyanto